Ketemu Teman

Teman-teman satu angkatan di Rumah Dunia. (Dokumen Pribadi)

Sore tadi aku ketemu teman saat mengantar Emak belanja di salah satu toko. Kami bertatap muka tapi muka itu terlihat dingin dan biasa. Wajah yang tanpa ekspresi. Dia tengah menimang buah hatinya. Saat aku parkir ingin menghampiri, ia pergi ke dalam toko. Aku hanya diam sambil tersenyum pahit. Sepahit chat kamu, ceklis biru tapi tak ada balasan. Hihi.

Padahal dia teman sewaktu MTs dulu. Riwayat sewaktu sekolah memang gak akur sih, sudah berapa kali mau berantem tapi gak jadi. Sering banget mah tapi gak jadi. Dia pikir aku berani ke dia, padahal mah dikuat-kuatkan saja biar gak terlihat lemah. Tapi masa iya sudah begitu lama masih ingat seteru masa lalu?

Tiga hari yang lalu pula, masih di tempat yang sama, aku ketemu teman. Teman sewaktu MTs dan di Aliyah pun sekelas. Justeru sewaktu aliyah itu sedikit akrab. Aku sebut sedikit, dia rajanya bolos. Hihi. Cuma orangnya baik dan ramah.

Pas ketemu kemarin pun begitu masih sama, saling lempar senyuman. Ngobrol ala kadar. Biasa tanya ke mana saja, kerja di mana dan ujungnya, "kapan nikah?"

"Gak punya modal sama calonnya," katanya jujur.

Aku tertawa mendengarnya. Apalagi pas pertanyaannya ditujukan ke aku juga, "Iya, nikah kamu geh," katanya balik.

Aku serius tersenyum. Bingung mau menjawab. Cuma ala kadar aku jawab, "calon mah ada cuma ya gitu lah. Balapan aja kita mah saha nu paling heula," pecahhlah tawa kami. Menertawakan status diri yang malamnya masih bergelut dengan imajinasi. Hihi.

Itulah soal temanku. Satunya sudah berbuah hatinya, yang satunya masih mencari di mana membuahi rasanya sedangkan aku sudah punya hatinya tapi masa uji aku dan dia agar lebih sabar menanam benih rasa. Tiga orang dengan nasib yang berbeda, sikap berbeda dan pasti mimpinya pun beda.

Sepanjang pulang aku bilang ke Emak, tadi yang di depan toko itu temanku, ya agak songong sih. Aku bilang mungkin efek dulu berantem ga jadi-jadi. Ya jarang jadi sih, entah kenapa. Aku termasuk orang yang kurang suka berantem, laki-laki sih tapi kalau ada cara berdamai kenapa harus ribut gitu, capek tahu.

Aku pernah bersitegang dengan anak Ketua MUI se-kecamatan, sewaktu MTs. Sering adu mulut tapi gak berantem-berantem. Orang banyak memuliakan dia sehingga kadang buat dia besar diri, lah aku biasa saja. Dia jengkel kadang, ya gitu aku sering bilang, "Eh luh, jangan belaga punya bapak tokoh agama," dia sama konconya tambah jengkel, aku pun diteror terus.

Eh, sekarang dia jadi ustadz muda. Sopan benar kalau ketemu. Ramah. Kalau ingat dulu aku malu banget, kok lancang ya. Nakal sih, anak kiai kok diajak berantem. Kayak anak jawara saja. Pas ditolak cintanya mah, nangis! Wkwkwk.

Sekian dan terima kasih lah. Kasih hati pada satu hati, jangan sakiti. Biar abadi. Kalau bersama harus dijaga. Kalau takdir lain cerita, jangan membenci apa yang sudah ada di dalam jiwa. Selebihnya, wallahu'alam. (***)

Pandeglang, 14 Oktober 2023    00.25

Posting Komentar

0 Komentar