Maulid di Kampung Sebelah

Potret acara maulid Nabi di kampung kami 2020. (Sumber Pribadi)

Malam minggu kemarin aku hadir di acara mulud. Di kampung sebelah. Sepertinya itu acara perdana bagi kampung mereka, setahuku jarang sekali diramaikan begitu. Tahun ini menjadi momentum kebangkitan semangat itu.

Aku ke sana jalan kaki bersama rombongan. Sekitar 30 menit sampai ke tempat acara. Memang tamu undangan sudah membludak. Panitia nampak kerepotan. Taksiran 1.000 tamu undangan.

Tempat acara di masjid dan sekitar lingkungannya. Laki-laki ditempatkan di dalam Masjid dan wanita di depan podium. Aku harus tengok sana-sini mencari tempat kosong. Syukur, ada di sudut Masjid. Di sanalah pada akhirnya duduk.

Tidak ada yang aneh, acara berjalan lancar. Hanya saja pada pas "pembagian berkat" panitian dibuat kerepotan. Ada yang sepantasnya mendapat berkat layak tapi terlewat oleh ketidakcocokan juga ketidakfokusan.

Tokoh masyarakat yang biasanya diberi berkat yang pantas ini hanya diberi ala kadar. Sedang orang biasa, diberi jatah yang cukup baik. Dari kabar yang ada, itu karena nepotisme atau karena beda pilihan politik, ada juga karena terlalu kritis pada elit pemerintah setempat.

Aku melihat itu, sesekali tersenyum sesekali diam menahan kantuk. Penceramah KH. Tirmidzi dari Petir, Serang. Kocak sih, seru sih walau kurang fokus pada tema acara. Acaranya kan mulud, artinya ada penggalian sejarah nabi bukan sekedar seremonial belaka.

Setiap hadir di acara maulid sebenarnya aku agak malas. Bukan apa-apa yang bahas hanya hal yang sering dibicarakan. Sedangkan ruang sirah nabawiyah itu lengkap dan amat luas.

Tidak hanya di bidang akhlak saja. Bisa hal yang sains misalnya, kedokteran atau politik. Untuk masyarakat tahu perspektif Islam seperti pada kehidupan. Entah kenapa fokus bahasan rata-rata lebih suka pada corak komedi juga ujungnya term seksualitas.

Keheranan ini pula ditambah dengan kurangnya pemahaman sebagian masyarakat kita bahwa muludan itu momentum membenahi sikap dan moral kita. Bukan menyuburkan kolonisasi juga pragmatisme pribadi.

Aku merasakan itu dan ya sudah. Itulah wujud pemahaman etika yang masih perlu ditingkatkan. Ketidakadilan adalah tontonan, milik masyarakat yang lemah secara finansial dan keilmuan. Keadilan lagi-lagi dipegang pemilik kekuasaan yang mana mereka leluasa karena masyarakat awam memberi kesempatan pada mereka.

Ini catatan ringan di acara maulid dua Minggu kemarin, yang entah Kenapa menambah wawasan berpikir untuk aku lebih cerdik dan berani lagi. Terus bagaimana acara di maulid nabi di kampung ku? Lihat nanti aja. (***)

Pandeglang, 5 Oktober 2023.  11.11

Posting Komentar

0 Komentar