Saya Membahas Toleransi di Orasi Ilmiah ke 13 Rumah Dunia

Orasi Literasi di Rumah Dunia, Sabtu sore (21/10/23).

Sore tadi saya berkesempatan berbicara di Orasi Literasi ke 13 di Rumah Dunia, tentang Toleransi. Juri tamu pertama Kang Encep Abdullah dan kedua oleh Kang Salam. Dipikiran saya, toleransi ya soal bagaimana kita menyikapi perbedaan.

Omong kosong bicara toleransi. Ada apa sih dengan toleransi. Apa kamu selama ini merasa terganggu hidupnya? Apa selama ini kamu tidak nyaman dengan lingkungan selama ini? Makanya kata saya, omong kosong!

Lantas apa toleransi itu?

Toleransi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memiliki makna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Toleransi itu sederhananya kita nyaman satu sama lain, tidak usil dan iseng kepada orang. Kalau kata Prof. Quraish Shihab sih, toleransi diilustrasikan seperti kamu naik pesawat.

Di dalam pesawat kamu bertemu dengan orang baru yang pasti tidak kamu kenal. Beda bangku. Sebelahan. Wujud toleransi itu, ya kamu bicara kalau perlu. Kalau tidak perlu, ya diam. Daripada bicara menyinggung perasaan orang, nah itu bukan toleransi.

Intinya, toleransi itu masing-masing. Selama prinsip dan kehormatan kita tidak terusik. Aneh dong, kamu mengaku toleransi tapi sekedar kata saja. Begitu sih Kang Encep saat mengomentari orasi saya.

Mungkin kamu heran, kenapa saya bilang omong kosong soal toleransi  ini?

Selama ini sebagian orang latah bicara toleransi seolah-olah negeri kita darurat toleransi. Misalnya di ruang soal isu toleransi selalu dipersamakan dengan Islam. Islam toleran dan intoleran. Islam toleran itu mereka yang menghargai perbedaaan, sedangkan yang intoleran sebaliknya.

Bagi saya ini rancu. Kalau kata Kang Encep, "Sensitif ya urusan toleran mah. Ada apa sih dengan toleran ini, kok kita arahnya selalu 'ke sana' saja."

Ya. Bagaimana tidak sensitif coba, ada Islam intoleran. Eh, sejak kapan Islam tidak toleran. Kalau umatnya ada yang tidak toleran sih, ya banyak. Tapi kalau agamanya, ya hati-hati buat stigma.

Seusai yang kita pahami Islam agama damai dan mengajarkan perdamaian. Sejarahnya sendiri disebar dengan "mauizhoh hasanah bil hikmah", lah masa intoleran.

Lah itu gimana teladan dakwah yang dicontohkan Wali Sanga. Terutama cara dakwah Sunan Kali Jaga ya humanis dan menyentuh. Masa itu bukan wujud toleran sih? (***)

Pandeglang, Minggu, 22 Oktober 2023.  01.24

Posting Komentar

0 Komentar