Menanti Gagasan Nyata Soal Literasi dari Tiga Paslon Presiden

Potret tiga capres di KPU. (Sumber detik.com)

KPU telah memutuskan ada tiga kontestan yang siap melaju ke pemilu 2024 nanti. Anies berpasangan Cak Imin, Prabowo dengan Gibran, dan Ganjar dengan Mahfudz MD. Sekilas memang tak ada yang baru, barangkali yang baru adalah masuknya Gibran ke gelanggang politik, keluar dari PDI-P.

Selebihnya sih relatif biasa, poilitik kan dinamis. Hari ini terjadi besok entah. Prabowo sudah digadang-gadangkan dengan Ridwan Kamil, begipula Anies dengan Agus Harimurti, proses ditugaskan Ganjar pun agak dramatis. Itu realitas yang tak bisa kita sangkal.

Tetapi, apa yang diinginkan rakyat dari tiga paslon itu dan apa yang mereka tawarkan kepada rakyat? Sepertinya klise juga membahas ini, ya. Bagimana tidak klise, bukannya dari sejak dulu kala keinginan wong cilik sederhana: harga sembako terjangkau, laju ekonomi stabil syukur menanjak, lembaga pendidikan yang care ke semua golongan, di antara terpenting bagaimana literasi masyarakat makin baik.

Literasi masyarakat itu, bagaimana pegiat literasi diberikan ruang dan pasokan dana cukup untuk membangun kesadaran daya baca, menulis dan berkarya. Kita sama-sama mengutuk dan membenci hoax, apa artinya larangan itu kalau daya kritis kita kurang.

Daya krtis itu lahir dari baiknya daya baca dan usaha memahaminya. Kalau Anies terkenal dengan "Indonesia Mengajarnya" yang sekarang mungkin vakum gerakannya, Prabowo dengan daya bacanya tinggi terbukti koleksi bacaanya yang melangit, maka Mahfudz MD dengan retorika maupun penguasaan terhadap keilmuan yang sering kita tonton di TV; lebih dari cukup kita sadar mereka melek literasi.

Masalahnya, sejauh mana ide dan gagasan itu disuguhkan kepada rakyat. Aktivitas membaca terlanjur dipahami sebagai ikhtiar menjemukan. Buat mengantuk, malas, dan sebagian menyebut sia-sia. Membaca dipahami kebiasaan kaum ningrat yang ongkang-ongkang kaki seharian tak masalah, toh beras penuh dan uang saku cukup untuk jajan tujuh turunan.

Lah kita, wong cilik; yang beras naik geger, BBM bersubsidi dicabut ramai demo apalagi harga sembako bermain-main manja rasanya kok halu di tengah perut keroncongan minta jatah. Itu lah stigma yang ada. Berlebihan memang, tapi itu nyata. Senyata koruptor di tengah kita!

Oleh sebab itu, kita menunggu gagasan itu. Bisa dimulai dengan bangga menampilkan sedang membaca, menulis atau mengajari masyarakatnya. Bukan sekedar gambar tersenyum manis di tengah rakyat--pendukungnya sedang nasibnya tidak semanis senyumnya. Hiks![]

Pandeglang, 7 Desember 2023 09.48

Posting Komentar

0 Komentar