Cerita Berobat ke Puskesmas


Dua pekan ini dari semenjak bapak pupus, sebagian tubuhku terasa gatal-gatal. Gatal yang timbul akibat apa, aku gak tahu. Mungkin perubahan cuaca atau jorok dalam berbusana.

Aku coba beli salep ke apotik, semoga aja mengurangi rasa gatal. Berkurang sih rasa gatalnya tapi intensitasnya belum normal, di waktu malam saya harus "main gitar" sendiri. Hal itu cukup mengganggu jadwal bobo saya juga kepercayaan diri saya kalau siangnya.

Oleh karenanya kemarin saya berobat ke Puskesmas Cadasari. Di sana saya berobat. Saya punya alasan kenapa harus ke Puskesmas Cadasari. Padahal secara domisili saya masuk ke wilayah Koroncong, harusnya ke Puskemas Bangkonol atau Karang Tanjung.

Entah kedua Puskesmas itu kurang memuaskan pelayanannya. Obatnya pun tersa kurang cocok. Saya juga engga tahu kenapa.

"Apa punya alergi," tanya dokter saat memeriksa. Sambil menuliskan data diri saya ke komputer.

"Setahu saya sih, engga dok," jawab saya. "Apa ini efek perubahan cuaca ya?" Tanya saya balik.

Dokter itu menjawab tapi saya lupa apa. Intinya, kemungkinan alergi ikan. Mungkin ada benarnya, minggu kemarin saya banyak makan ikan tongkol. Ikan itu terkenal ganas pada yang alergi. Entahlah, mungkin benar.

Di Puskesmas itu, aku pun bertemu bapak setengah baya. Meski usianya tidak lagi muda, yang satu sudah 54 tahun dan yang kedua 58 tahun tapi masih terlihat bugar. 

Bapak 58 tahun asal Kadu Gajah, guru di salah satu SD di Maja, Pandeglang. Dua tahun lagi purna tugas. Ototnya masih kuat dan ngomongnya masih heboh. Ditambah murah senyum. Ia mengantar anak gadisnya yang sakit, entah apa, saya lupa. Kami ngobrol, ya ala kadar sih.

Bapak 54 tahun itu, lagi periksa gusinya yang kurang sehat. Beliau semangat sekali hadir dari jam 06 pagi, paling awal di sana. Saking awalnya sampai harus menunggu. Beliau mantan orang proyek. Sudah malang melintang ke berbagai wilayah Indonesia. Sebut misalnya Batam, Medan dan yang beliau tolak katanya hanya Kalimantan. 

Saat saya konfirmasi kenapa, katanya ada konflik, entah saya lupa kelanjutannya. Meski di usia senja, beliau masih olahraga berat. Agak kaget saya, apa olahraga berat itu. Ternyata, badminton sama Volly. Pengen ketawa takut dibilang gak sopan, ya sudah mesem saja.

Ketika antri ambil obat di apotek Puskesmas obrolan makin intens. Sempat tuker nomor juga dua bapak itu, saya sih cuma lihatin. Saya gak punya kepentingan, pura-pura polos saja. Walaupun saya ditawarin bapak setengah baya itu, iya namanya Bapak Bedi, tinggal di komplek Baros. Dekat kampus kebidanan Salsabila.

Saya tahu tempat itu karena sering singgahi kalau mau ke Rumah Dunia. Lagi-lagi saya hanya bisa senyum. Saya termasuk orang introver, sepentingnya saja. Kalau memang keadaan mengharuskan saya ke sana, ya saya bakal singgah. Kalau tidak, ya sudah. Bapak itu mengingatkan pada allahu yarham bapak, usianya tidak jauh, Sekilas postur tubuhnya mirip.

Saya suka dengan keramahan dan keriangan bapak itu. Walau baru ketemu, sudah merasa akrba. Walau banyak mata melihat kami. Saat saya pamit juga berpamitan. Bukan gak mau lama, soalnya saya harus ke pasar belanja.

Peristiwa di Puskesmas itu cukup membekas di hati saya. Bagaimana pun orang itu tergantung lintas pergaulan. Misalnya dua bapak itu, meski tahu usia jauh sekali dan seumuran jagung tetapi penghargaan mereka amat tinggi. Jujur saja, saya agak kurang pede. Tahu kenapa? Karena belum gosok gigi! Hihi. Hust, jangan dibocorkanya. (***)

Pandeglang, 2 Februari 2024   00.44

Posting Komentar

0 Komentar