Rindu Kitab Tadzkirah Imam Qurtubi



Satu bulan ini saya rindu sekali membaca terjemah kitab tadzkirah-nya Ulama asal Spanyol-- Andalusia masa itu. Kitab itu mengupas tentang proses manusia dari mati, di kubur sampai nanti di alam masyhar yang amat menegangkan.

Sengaja saya ingin baca, saya cari-cari dari tumpukkan file pdf yang terkumpul, belum juga ketemu. Lupa saya apa nama judul file-nya. Terpaksa saya harus lebih sabar merindu mengecup kitab yang banyak dikaji di pondok pesantren tersebut.

Keinginan itu makin menjadi setelah bapak pergi ke alam baqa, aku kok seperti tercerabut jiwanya. Kalau bapak sudah ke sana, maka besok siapa lagi. Kita gak tahu. Bisa aku, kamu atau kita yang sekarang takut dengan hadirnya izrail di sisi kita. Padahal mati adalah soal pasti. Tidak bisa kita jauhi, takuti apa lagi sesali.

Aku rindu, sebab di kitab itu selain penjelasanya singkat juga padat. Dengan bahasa yang sederhana pula. Ya sih, baru sekedar terjemahannya karena sebatas itu yang aku bisa. Akan tetapi keinginan untuk mengkaji dari kitab aslinya selalu kuharap.

Namun gimana, bukankah semua punya porsinya. Adanya orang alim lantas mau menterjemahkan kitab ulama, tandanya mereka pun paham. Kitab kuning bukan hanya milik mereka yang paham tata bahasa arab saja. Semua ummat berhak tahu dan mengerti, maka mereka berikhtiar lewat penafsiran itu.

Proses penafsiran atau terjemah itu disebut proses transfer ilmu para ulama. Terjemah itu pintu orang awam tahu agama dan hakikatnya dengan bertanya pada ahlinya kalau belum paham. Sehingga terjalin keakraban lewat diskusi ilmiah soal kajian agama. Agama bukan jadi candu tapi benar menjadi cahaya bagi umatnya yang menggunakan akal dan hatinya dengan baik.

"Belajar kok dari kitab terjemahan, padahal namanya terjemahan itu hasil pikiran penerjemah bukan orisinalitas karya," kata seorang ustaz muda yang kerapkali mengejek.

Saya biasanya diam. Diam saya, apa yang harus saya sanggah.Wong dia benar, belajar itu harus dari kitab aslinya. Jadi bebas dari penafsiran subyektif. Tapi, untuk siapa. Mungkin cocok bagi mereka yang otaknya cerah, punya waktu luang dan memang santri tulen. Bukan mereka yang ingin tahu agama tapi terhalang rintangan juga keadaannya yang tak memungkinkannya belajar.

Kembali pada topik di atas ya. 

Setahuku terjemah kitab tadzkirah sendiri ada 3 jilid. Lumayan tebal sih tapi singkat-singkat antar bab-nya. Jadi, cukup dua menit kita bisa pindah bab-nya. Tiap bab ada saja kejutan dengan data, dalil dan penjelasan yang cukup menyentuh.

Membaca itu seolah-olah aku kok dinasehati Ulama kaliber di berbagai fan itu. Kitab tafsir Al-Quran yang beliau karang misalnya termasuk kitab yang banyak dikaji dan telaah sepanjang masa. Dijadikan rujukan pula. Meskipun kita beda madzhab dalam aqidah juga ushul sama kok.

Oleh karena itu, saya akan cari lagi di mana kitab tersebut. Rindu banget, pengen mengecup kedalaman nasehatnya. Semoga lekas ketemu ya. (***)

Pandeglang, 3 Februari 2024  00,23

Posting Komentar

0 Komentar