Dari OTG Hilang dan Sibuk Tak Mampu Menulis

 

Kekasih saya cerita, katanya tidak keburu menulis karena kesibukan. Sibuknya mengajar, mengulang hafalan dan tugas-tugasnya lain yang terus bertambah. Dari pagi sampai sore. Sore pun kadang ada saja kerjaan.

Belum menyisihkan waktu untuk kami chat-an. Curi-curi waktu gitu. Siang kadang saya yang ketiduran, atau ia yang pura-pura melek pas saya tidur ikut tidur juga. Begitulah kira-kira kesibukannya apalagi menjelang acara tafarukan tahunan.

Kesibukannya makin menjadi. Tadi saja merajuk. Sudah capek-capek menulis lirik, menyiapkan lagu dan melatih anak-anak-- itu pun atas kesepakatan bersama. Eh begitu saja di putus, katanya lagunya kurang bagus. Praktis ia syok, loh kok gitu, kemarin katanya bagus.

Acara itu sendiri biasanya berlangsung seminggu berturut-turut. Siang malam pula. Praktis menguras energinya. Ketika ia tak keburu menulis, ya sudah aku tidak memaksa. Aku hanya mengingatkan, kata senior itu menulis bisa dilakukan saat ada waktunya. Sebentar apa pun. Gitu sih.

Selain suka ia, aku suka menulis, jujur saja di saat tertentu kadang kesulitan menyempatkan waktu untuk menulis. Apalagi OTG yang biasa aku gunakan hilang tanpa jejak. Nyaris putus asa aku mencari. Padahal dengan OTG itu bisa menghubungkan hape ku dengan keyboard komputer.

Naas sekali, ide bergulung dan gagasan bertumpuk-tumpuk aku tak bisa mengetik. Ibarat petani, sudah di depan sawah dengan cuaca mendukung siap menggarap sawah, eh cangkulnya tak ada. Gak luciu banget, kan? Aku coba menulis pakai tangan yang ada risih. Kurang plong.

Terus yang bisa aku lakukan adalah menahan gelombang bingung. Pengen nulis tapi tak ada alatnya. Alatnya hilang entah ke mana. Di cari di mana-mana tetap juga tak ada. Raib. Biasanya aku menggerutu sambil menyibukan diri dengan membaca. Itu pun tidak fokus.

Bagaimana mau fokus, orang sebagian koleksi buku menarik ada di hape semua dan itu enak di akses lewat keyboard. Masalahnya, baik keybord dan OTG tak ada jejak. Pilihan realistik adalah memeluknya membelinya lagi.

Kemarin aku membeli lagi ke konter. Harganya lumayan sih buat membeli dua mangkuk baso super. Ha-ha. Ya sudah, aku niatkan itu pengorbanan. Segala sesuatu harus punya modal. Namanya perjuangan. Relakan sekecil dan sebesar apa pun rupiah keluar.

Aku berpikir, orang lain saja rela mengeluarkan uang tak sedikit untuk memuaskan hobinya. Lah aku, kenapa punya hobi menulis yang bisa dikatakan positif kok urung keluar. Gak sampai jutaan pula. Kalau sudah begini, aku mesem sendiri.

Jadi ngalor kidul begini. 

Intinya, menulis itu aktivitas kreatif. Artinya tak cukup mau dan ingin, kita yang harus berusaha melakukannya. Sebab, sibuk itu kadang soal anggapan saja. Kita boleh mengakui sibuk, lantas seberapa sibuk dibanding penulis kaliber sekarang yang punya karya banyak dengan kesibukan ekstra.

Contohnya, Mas Gol A Gong yang sibuk Safari Literasi ke pelosok negeri tapi masih bisa menulis dan menuliskan karya. Tiap tahun ada saja bukunya terbit. Bunda Asma Nadia yang sudah menelurkan karya 70 an karya, masih terus menulis dan melatih kepenulisan baik online maupun offline. Dan lainnya yang tak kalah produktif.

Sampai di sini, menulis itu bagian sejarah kita. Kenangan yang tak akan lekang. Hari ini mungkin tak berharga, tapi nanti akan menjadi pusaka yang amat berharga. Tidak hanya untuk kita, tapi untuk orang yang ingin tahu da ingin mengenal kita. (***)

Pandeglang, 3 Februari 2024   18.20

Posting Komentar

0 Komentar