Memilih Mundur dari Lahan Politik

Lapangan politik bukan lahan yang menarik bagi saya. Karena saya tahu, minat saya hanya setengah. Saya lebih tertarik di dunia kepenulisan, belajar-mengajar dan perdagangan. Barangkali ruang lingkupnya selama ini begitu.

Keputusan tadi malam yang saya sampaikan ke Pak Dadi, calon DPRD Pandeglang memang sudah matang. Sudah lama saya timbang dan pikir-pikir. Saya tidak terbiasa berpura-pura dengan hati setengah. Saya memilih mundur untuk menjadi kordes. Tugas menjadi kordes belum maksimal dilakukan.

Apalagi fokus saya makin terbagi dengan prosesi tahlilan bapak. Hati saya tidak tenang, tidak all out. Untuk itu, saya memberanikan bicara baik-baik ke Pak Dewan. Alhamdulillah beliau memahami walau mungkin agak kecewa. Tak apa, itu harga dari resiko perjuangan.

Lagian sebelum itu ada timses dari Pak Kadar ke rumah. Meminta dengan baik-baik, berharap agar berkenan memberikan suara. Waktu pemilu tinggal beberapa hari lagi, serasa mepet bagi para calon yang bertarung. Saya merasa tidak enak menolak, pertama, Pak Ade datang di hari wafat bapak. Kedua, hampir timsesnya yang ikut membantu prosesi inti pasca wafat bapak.

Padahal saya tidak meminta. Tidak pula memberitahu. Datang tanpa diminta. Dari situ pikiran makin bercabang. Belum masalah teknis. Mungkin benar kata Pak Dadi tak baik juga kalau setengah hati. Akhirnya tidak maksimal merebut suara mengambang di lapangan.

Ini soal kesan saja sih. Atau barangkali aku bukan orang lapangan yang terbiasa duduk manis menunggu langganan atau sibuk sendiri dengan aktivitas perbukuan. Entah kenapa itu terasa menentramkan dibandingkan cuap-cuap tak tentu arah.

Selamat datang hari esok, semoga makin cerah. (***)

Pandeglang, 4 Februari 2024   13.38.

Posting Komentar

0 Komentar