Di Antara Rindu dan Luang Waktu

 
Hujan deras di potret di samping Imah, (27/1/24)

Hujan deras sekali menyirami bumi. Di belakang lagu sendu nyaring terdengar. Celoteh ponakan ceria di samping. Di antara semuanya, ada sesuatu yang menggebu di hati. Itulah soal hati dan seberkas sinar di sanubari.

Tadi malam aku bermimpi bertemu bapak. Bapak terlihat biasa, tetap ceria dan sibuk. Saat aku bertanya soal bapak yang meninggal, bapak menjawab seolah tidak meninggal. Jawaban itu tak hanya lontarkan padaku, pada Enak dan adikku yang lain pun sama.

Kadang aku merasa, bapak memang tidak meninggal. Bapak sedang silaturahmi dengan saudaranya atau ada hajat di luar. Aku tahu pikiran itu tidak selalu baik, bisa saja itu penolakan terhadap takdirku. Bapak sudah pergi seharusnya tidak lagi dipertanyakan. Semua sudah terjadi, jalani dan terima saja sepahit apapun keadaannya.

Ternyata menjalani kehidupan tidak semudah itu. Harus ada proses kita belajar menerima dan memahami takdir itu. Entah pahit apa manis itu kenyataan.

Lagi rindu bervariasi dengan luangnya waktu. Harus ada usaha. Bukan memperbanyak sangka tapi tabah. Seperti hujan deras ini, mengungkapkan rasa yang menggumpal awan gelap. Di hati, di sanubari yang terdalam. (**)

Pandeglang, 27 Januari 2024.  12.15

Posting Komentar

0 Komentar