Paslon yang Kalah dan Menang Pilihan Sia-pa?


Politik selalu dinamis. Pasti pragmatis. Gak usah terlalu baper ikut juga cemplung di dalamnya. Kecuali, kita pemain di dalamnya. Kalau hanya suporter, ala kadar saja. Toh, kita makan dapat nyari sendiri bukan ditanggung paslon yang ingin menyejahterakan bangsa itu.

Narasi seputar pemilu yang masih berseliweran saya baca, kadang bikin saya ngilu. Kadang bikin heran, greget juga lapar sih. Soalnya itu, gak aneh. Yang kalah "merasa teraniaya" dan yang menang "tersenyum bangga". Ya, walaupun masih kuik kwon. Sejauh yang kita tahu, siapa yang unggul di kuik kwon biasanya unggul di kenyataan. Rumus sederhananya begitu, terserah mau percaya atau tidak.

Itulah kenapa, tahun ini saya agak kurang semangat membicarakan soal pemilu, apalagi pertanyaan seputar "kecurangan pemilu", "pemenang", "kalah" "pelanggaran etis" dan soal "film seksi yang mengurai kecurangan pemilu". Isu itu seolah seperti makanan yang bakal buat perut saya mules, rasanya ingin cepat saya tabung di toilet terdekat.

Lah, tapi menang lewat kecurangan?

Siapa yang curang? Apa ente bisa meyakinkan saya kalau gak ada partai dan calon mana pun yang lepas dari politik uang? Sedang sama-sama kita tahu apa hukumnya "sodok menyodok" dalam hukum konstitusi kita. Itu haram bro! Gak hanya agama jelas melarang.

Sedang menurut info yang saya dengar hampir di kampanye paslon mana pun selalu ada amplop menyertainya. Bisa di bayangkan, bila tiap orang diberi 100 tinggal dikalikan 100 orang yang hadir maka berapa japuk yang keluar. Sedang laporan di media, timses selalu berujar jama'ah yang hadir ribuan. Waw, ribuan!

Apa ini bukan kecurangan?

Lagian potret seperti ini sudah klise. Banyak sekali yang membahas. Gak harus pakar politik, tukang cilok sampai tukang sambelen yang saya ajak ngobrol pada tahu. Tetapi bukan saya membenarkannya, itu salah dan kesalahan itu adalah tontonan yang nyata di depan mata. Maksudnya, gak usah dramatis, seolah baru di belantika politik kita.

Banyak yang bilang siapa yang unggul itulah mereka pemimpin pilihan rakyat. Lah, terus yang kalah siapa yang milih? Jutaan loh mereka pemilihnya. Masa bukan rakyat juga. Diskriminasi dong. Yang benar adalah yang menang itu suara kebanyakan rakyat, yang kalah itu sedikitnya rakyat memilih. Begitu lebih adil. Gak usah mikir pula pengen pindah negara, mikir harga beras naik saja setengah ijo.

Sudahlah, pemilu serentak telah terjadi. Mari kawal dan ikuti tahapannya. Jaga lagi persatuan. Ada banyak yang harus di perbaiki, dan gak semua beres dengan demo. Lagian pengumuman resmi KPU belum terujar, kali saja masih berubah. Paslon 3 unggul atau paslon 1 tinggi atau justeru kenyataannya tak bisa dipungkiri, ini saatnya Prabowo harus menang.

Gak usah terbawa dendam kesumat apalagi mencaci berlebihan paslon yang tak anda dukung. Apa yang Anda sampaikan toh cuma asumsi, yang bisa benar dan bisa melesat. Kenapa si anu unggul, karena bla-bla-bla. Kenapa si anu kalah karena bla-bla-bla. Anda menilai si anu sebegitu sempurnanya, apa anda tahu dalaman si anu?

Kalau tidak, ya sudah. Dosa tanggung sendiri. Gitu saja.

Dan bagi saya, gak ada pemilih bodoh dan pintar.  Entah mereka yang pintar maupun bodoh bebas memilih ke paslon mana saja. Gak harus dicaci, ga harus minder dan gak harus disalahkan. Itu wujud demokrasi yang sehat ketika tidak sibuk mengkotak-kotakkan.

Jadilah pemilih yang cerdas, siap menerima kalah dan tak somse kalau unggul. Toh, hakikatnya presiden yang nanti dilantik itu pemimpin resmi bangsa. Dari Sabang hingga Merauke. Dari abang sampai none. Dari kelas mana saja. Nasib semua rakyat yang diperjuangkan bukan hanya pendukungnya saja. Itulah enaknya demokrasi, memberi ruang tapi tak mau menghakimi perbedaan pendapat.

"Terus, milih siapa bang," kata teller di toko yang bertanya ke saya. Ia dengan yang lain tengah debat soal program paslon dan siapa yang bakal menang.

"Milih yang menang," jawab saya sambil tersenyum.

Mereka tertawa. Iya lah, ngapain milih yang kalah. Sejatinya sebagai pemilih kita mah ya pemenang. Siapa yang kalah dipilih rakyat, siapa yang menang dipilih rakyat. Nanti kerja juga untuk siapa? Heem, tanyakan gih. (***)

Pandeglang, 26 Februari 2024  17.22

Posting Komentar

0 Komentar