Sedikit Tentang Kami

Foto yang dulu sering ia posting di medsosnya. (Dokumentasi pribadi)

Saya suka ia yang perhatian. Jujur dan tidak neko-neko. Seseorang yang saling ketemu lewat grup tilawah. Entah kenapa semesta begitu mudah membuat kami akrab, nyaman dan nyambung.

Tahun ini satu tahun kami bersama, meski harus sabar untuk proses ke jenjang serius. Satu tahun butuh usaha ekstra membangun pribadinya. usia kami berbeda, hampir sepuluh tahun. Bukan proses mudah memahami karakternya, yang... lumayan kanak-kanak.

Lucu sekali, kalau lagi ribut, ia lapor ke mbaknya. Nanti si mbak chat aku, mendamaikan kami yang sering salah paham. Salah paham soal sederhana sih. Kadang ia ingin dimanja tapi aku gak peka, atau karena aku bicara terlalu keras eh dikira marah-marah. Nangis ke mbaknya. Kayaknya ada saja masalah.

Apalagi beda wilayah juga mempengaruhi pola pikir dan budaya kami. Aku dari Banten dan ia dari Jatim sana, tempat di mana Mbah Cholil berjuang. Ada banyak keributan, di saat yang sama belajar saling memahami. Ya, dulu ia kanak-kanak, apalagi anak bungsu. Kehilangan sosok ibu saat lahir. Sedikit banyak dimanja lingkungannya.

"Mahyu yakin mau sama dia," kata senior di grup.

"Kenapa bun?" tanyaku heran.

"Ya maaf, kan dede (panggilannya namanya) ke kakanak-kanakan. Mahyu siap? Apa mahyu suka yang begitu?"

Sebenarnya aku kaget sih, kok ditanya menohok begitu. Sisi lain aku maklum, aku paham seperti karakter ia yang begitu. Lagi-lagi aku menjawab, ya nyaman. Aku tidak peduli usia dan jarak, toh namanya ikhtiar menemukan jodoh.

Kadang sih, ada rasa jengkel kalau terjadi salah paham. Ia yang tak ingin kalah dan ngotot, tak bisa dinasihati dan sebagainya. Justeru dari karakter ia itu aku tertantang, bagaimana membangun pemikiran dengan orang seperti itu. Aku pikir itu lebih punya semangat lebih daripada yang sepemikiran yang kadang monoton.

Dan waktu memang berjalan, ia tak lagi seperti dulu. Karakternya sedikit mulai berubah. Kami berusaha terbuka, jujur dan saling memahami. Aku sampaikan apa yang tidak suka darinya, termasuk sikap-sikap kekanak-kanakannya. Aku tidak memaksa ia harus berubah sih, cuma kalau bisa. Dan ia mau. Begitupula aku yang kadang sikap yang ia tak suka, maka berusaha memperbaiki.

"Jangan dendam ya, kalau sekiranya takdir menyatukan kita. kalau bersama, alhamdulillah. Kalau pun tidak, biarkan ini jadi pelajaran buat kita," begitu kataku.

Fokus kami ya jalani sekarang, esok gimana nanti. Oya, kami tak pernah ketemu muka, selama ini hanya LDR. Hehe. Nyiksa ey, lagi rindu gak ketemu orangnya. Ia sibuk ngajar dan aktivitas lainnya. Jadi, walau pun kami tiap hari chat-an, ya nyuri waktu. Untung juga sih, daripada nyuri uang rakyat, ya? Eh. hehe.

Singaktnya, kenapa aku suka ia, karena ia manis dan perhatian. Selebihnya, cukup aku dan Tuhan yang tahu. Hehe. (***)

Pandeglang, 28 Februari 2024 08.18

Posting Komentar

0 Komentar