Ramadan di Puasa ke 20

Sumber pixabay.com

Di pertiga menjelang akhir ramadan ini, rasanya kok cepat sekali. Semua berlarian tak peduli kita siapa apa tidak, kemarin baru qunut eh sekarang menjelang lebaran. Aku jadi bingung, apa yang harus direnungkan. Terlalu banyak pikiran kadang membuat kita sibuk memilah jadinya tak mau memilih, semua terasa penting.

Hampir satu bulan ini aku hanya tadarusan di rumah, tak seperti tahun yang berlalu. Kepergian bapak dan kesehatan emak cukup menjadi kekhawatiran tersendiri. Tugas bilal pun tak sepenuhnya penuh, banyak bolong sana-sini. Ya, ada sesal sih. Sedikit sekali.

Meski pun begitu, aku pikir ini lah takdir terbaik dari-Nya. Aku tak ingin terlalu jauh mengeluh pun bermuram durja. Biarlah, mungkin di balik tirai ini ada selongsong hikmah sengaja Gusti Allah sembunyikan. Bukan, bukan Allah tak sayang, tetapi cara Allah menyayangimu tak seperti kita pada sesamanya.

Tiap kesulitan yang kita alami, hadapi dan rasakan, yakinlah, ada kuasa Allah di sana. Semua tak sia-sia. Alih-alih kita menangisi lantas mengutuk takdir-Nya, alangkah lebih baik menyiapkan jiwa kita agar lebih luas menerimanya. Dengan terus belajar menerima dan memahami.

Kita boleh iri dengan kehidupan orang lain, yang di mata kita lebih cerah dan bahagia. Kita pun boleh menyalahakan nasib kita penuh drama dan tangisan. Sampai di saat tertentu kita tidak merasa lagi hidup, hidup terasa tiada berarti. Yang membuat cemas justeru kita bertanya,

"Ya Allah, kenapa masalah seberat ini Engkau berikan padaku!"

Seolah kita tahu mana yang terbaik untuk kita. Mana yang pantas untuk diri kita. Kita tak sadar dan sering luput dari kepekaan, bahwa yang terujar itu sebuah upaya "penolakan" akan hak prerogatif gusti Allah. Hanya saja kita tak tahu atau mungkin membenarkan sikap tak elok itu atas sifat kemanusiaannya. 

Untunglah gusti Allah tak seperti kita yang sering latah terhadap kehendaknya. Hari ini emosi, besok ngambek dan besok baru dingin lagi. Terus begitu sebagai dinamika hidup. Sekali-kali tidak! Allah Maha Baik dan Sempurna dengan kehendak-Nya. Allah selalu kasih dengan cinta-Nya. Senakal apapun kita, secercah cahaya cinta-Nya tetap menaunginya.

Lihatlah, saudara-saudara kita yang memilih untuk tidak berpuasa, padahal tak ada sedikit pun uzur syar'i mengikatnya. Ia sehat, kuat dan bugar tetapi demi alasan klise "puasa itu buat lemas", maka tak puasa, tak salat dan sekehendak hati melemahkan jiwa pada Kuasa-Nya. Bahkan, ada sedikit dari mereka itu terang-terangan menunjukkan kenakalannya.

Tak ada misalnya bom atom tiba-tiba meledak di depannya. Tak ada pula hewan melata menggerogoti tubuhnya saat tak terjaga. Justeru di saat itu, sinyal cinta senantiasa tersebar di sekelilingnya, hanya saja nurani terlanjur hitam oleh noda-noda dosa.

Itulah di antara sedikit di antara jutaan kasih gusti Allah pada kita hamba-Nya. Di sepuluh hari menjelang hari raya, mari mewarnai jiwa kita yang sering alfa dengan cahaya ketaatan, dari hal kecil sedikit demi sedikit sampai di mana kita tersenyum penuh kemenangan. Selamat berbenah! (***)

Pandeglang, 31 Maret 2024   17.10

Posting Komentar

0 Komentar