`Masa Lalu Sudah Terjadi`

Masa lalu itu ruang kosong, yang sekarang ruang itu harus kamu isi, bukan ditakuti. (Pixabay.com)

Kamu sering ngambek atau sesekali marah kalau aku menulis tentang masa lalu. Masa yang punya kenangan di hidupku tapi tak punya lagi rasa berubah. Semua usang oleh waktu. Terganti oleh pesonamu, setahun ini menguntit pikiranku.

Ketika aku mengatakan masa lalu, aku hanya mengingatnya. Mengingat masa di mana aku merasa bangun dari keterpurukan. Mencari sepotong hati yang meminta ruang diisi; ingin dipahami, di temani dan berbagi ruang cerita yang dihadapi. 

Tidak lagi berharap mengulang cerita, karena aku percaya ia sudah bahagia dengan siapa yang ia pilih. Kamu pun tahu, aku merasa bahagia dengan apa yang kamu beri dan lakukan. Mengingat masa yang lalu proses kita berdamai dan mematikan dendam, merendam api curiga.

"Tapi, jangan membandingkan. Hati ini sering patah mendengarnya. Hati ini belum sekuat mereka yang menerima seseorang spesial di hatimu. Meskipun usang dan tak ada rindu di dalamnya. Aku sayang kamu, dan takut kamu pergi. Gelap mata, menengok cerita lama. Mengusungnya lagi," ujarmu sedu sedan.

Sesak membacanya. Mendengarnya langsung dari mulut mungilmu. Ya, itu hal yang membuatku luka. Lebay mungkin, tapi tidak untukku. Di mataku, saat kamu tidak berhenti memikirkan hal buruk, maka kecurigaan itu akan tumbuh. Semakin besar dan menjadi kecemasan dan ketakutan baru.

Padahal aku di sini. Setia dengan rasamu. Berdiri dengan apa yang kita tata dan satukan dalam pikiran. Percayalah, aku tidak sedang mengorek api di hatimu, aku sedang terbuka untuk kamu tahu, aku pernah tidak baik-baik.

Di balik senyum ku, ada masa di mana aku menangis atau terdiam di sudut kamar. Sendiri menerima takdir pahit. Yaps, menerima berdiri saat orang yang pernah disayangi dipinang hati lain. Padahal, ada bekas ceria di hari-hari. Namun semua harus buram oleh kenyataan.

Bersamamu aku tak ingin mengulang itu. Sejauh apa pun jarak, selama apapun penantian yang kita perjuangkan, aku ingin mengecup kenyataan ini dengan asa. Senyum berani dan langkah pasti. Kita yang dewasa memahami, mencintai adalah proses menerima resiko. Pahit dan manis ialah kenyataan.

"Tapi, apa sanggup setia kah?"

Aku memang laki-laki, tapi aku punya hati. Perasaan yang disirami cinta Emak, untuk setia pada satu wanita. Memilih siapa yang diharapkan dan memperjuangkan semampu yang bisa. 

Mungkin kamu sering khawatir, mata ini sering digunakan melihat apa yang mungkin tak ingin kamu harapkan. Ya, mudah mencari wanita cantik apa lagi bersolek dengan tubuh seperti telanjang. Ditempat keramaian itu tontonan.

Lantas apa urusan denganku? Ya, aku melihatnya tapi tidak sedang menghayati apalagi mengkhayal. Aku pikir, aku melihat karena ya biasa saja. Pikirku telah terpenjara oleh jiwamu. Menyatu dalam hariku.

Aku melihat mereka tapi aku ingat kamu. Seolah kamu di sini, ya memeluk dengan penuh haru. Jangan menuduh nafsu, bukankah kamu tahu seperti apa olah jiwaku agar selamat dari nafsu. Percaya, kamu yang tahu dan selalu mendinginkan saat kenormalan itu membakar pikiranku.

Jangan takut, cemas apalagi.

Tugasmu buka curiga tapi menjaga agar doa-doa yang kamu munajatkan menjadi pupuk dari kegalauan hati kita. Menghiasi kebersamaan agar selalu hangat. Pembicaraan agar selalu seru. Kamu yang memulai atau aku yang memulai. Kita saling melengkapi, tidak boleh diam seolah diam itu baik-baik saja.

Kamu masa kini dan semoga masa depanku, dan yang berlalu biarkanlah. Jangan jadikan benalu. Seperti aku yang ingin tahu masa lalumu. Kamu pikir itu mudah menerimannya, tidak sama sekali. Kadang aku cemburu. Ya, gimana tidak, ada masa kamu tersenyum bersama dia.

Tapi, aku belajar menerima. Lama-lama biasa. Ngapain aku terbakar kalau selama ini kamu sadar dan sabar dengan kebersamaan kita. Kalau kamu dulu tersenyum, hari ini ingin kamu lebih ceria dari dulu. Itulah sebaik-baik berdamai dengan masa lalu. (***)

Pandeglang, 1 Maret 2024  11.19

Posting Komentar

0 Komentar