Ramadan Yang Beda

Acara nyenyore tahun kemarin di Rumah Dunia. (Sumber Pribadi)

Besok malam, kalau tak ada aral melintang kits bakal taraweh dan esoknya puasa. Bulan suci yang dinanti akan segera hadir di tengah kita. Marhaban ya ramadan marhaban ya sayhru siyyam. Meski pun terasa berbeda, sebab di bulan suci ini tak ada bapak di samping kami. Bapak yang membangunkan dan rasanya paling mudah tidur; mudah bangun pula.

Terasa berbeda karena Emak sudah mewanti-wanti agar tidak berjamaah taraweh di Masjid. Di rumah saja. Alasannya, Emak masih di masa iddah. Masih proses berdamai menerima kenyataan bapak sudah pergi ke alam abadi. Tetapi aku pun bingung, di Masjid tiap tahun aku punya tugas rutin menjadi bilal atau pembaca doa taraweh. Terus, siapa yang bakal menjadi badal? Entahlah, sudah konfirmasi sih, ke siapa yang biasa menemani tugas agar dikondisikan saja.

Bingungnya, bisa salat taraweh itu nikmat. Tidak tiap tahun punya kesempatan melaksanakannya. Siapa yang aktif dan tidak bolos salat taraweh sejatinya itu orang yang mendapatkan barakah ramadan. Nikmat agung tak setiap orang mampu memahaminya. Itulah kenapa, salat taraweh selalu ramai diawal tapi menyusut menjelang akhir. Lagi-lagi, ini soal kesadarannya.

Kalau aku nekat ke Masjid, terus Emak gimana; yang ada nanti gak fokus salatnya. Emak di rumah sendirian. Titik ini aku galau, apa yang harus dipilih dan dilakukan. Keduanya punya potensi baik. Tergantung nyaman di mana.

Entah kenapa jadi ingat hadits Nabi, "Ambil yang meyakinkan dan tinggalkan yang meragukan". Untuk itu, aku kemungkinan mendengarkan Emak untuk menemani di rumah. Syukur berharap bisa salat berjamaah sih di rumah. Itu yang buat aku pastinya yakin dan tenang.

Hal terpenting, bisa puasa ramadhan dengan kuat dan sehat, taraweh tak ketinggalan. Iti dulu lah, di samping berharap rejeki lancar. Tadarusan yang semangat. Di awal puasa nanti, luruskan niat. Selamat datang bulan suci. (***)

Pandeglang, 11 Maret 2024  00.17 

Posting Komentar

0 Komentar