Cuma Sebal Malam Ini

Induk kucing tengah memeluk empat buah hatinya. (Dokumentasi Pribadi)

Sebenarnya aku lagi sebal sih ke kamu. Ya kamu, yang chat terus gak ada kabar. Sekalinya ada kabar minta maaf karena lambat balas. Itu pun sinyal bakal tidur. Lagian siapa pula yang mau chat-an jam 00.01, yang ada pasti ada alasan bla-bla. Pasti gitu.

Masalahnya sederhana, kenapa tidak MEMBERITAHU. Kasih tahu lagi apa, jadi gak menunggu. Hal yang paling menyebalkan itu menunggu, begitu kata orang. Termasuk aku, kan orang pula. Giliran dibalas nanti minta maaf dan drama lagi, jadi nanti serba salah. Ya udah, mending ditulis saja deh.

Receh banget masalahnya, gak ada penjelasan. Urusan begini berulang-kali dibahas dan terjadi, ujungnya lagi pun lagi. Aku gak marah sih, gak benci pula seperti diterangkan di atas; cuma sebal.

Tapi ya sudahlah. Sudah terjadi lagi, lagian tadi aku produktif kok, baca buku dan sempat menulis. Pengennya tuntas dibaca tapi kayaknya harus dua hari, padahal cuma 400 an lembar. Novel lagi. Rindu biar rindu juga mungkin harus lebih sabar lagi.

Barang kali aku pun begitu posisi kamu, berharap memahami tapi terlanjur sebal. Kadang pecinta itu aneh, ingin semua waktunya untuknya tapi giliran selalu bersama ada di masa bingung obrolannya apa. Kadang bosan tapi dipoles oleh menjaga kenyamanan. Obrolan ya itu-itu lagi.

Entahlah, aku pun gak tahu. 

Hal lain yang membuat ku agak gemas mungkin melihat gambar di atas itu, induk kucing dan empat buah hatinya. Bayi yang lucu dan menggemaskan. Anaknya rebutan ingin menyusu, induknya hati-hati memberi porsi yang sama dan menjilat empat bayi itu, mungkin biar bersih.

Aku melihatnya penuh keikhlasan. Ada cinta dan ketulusan. Meskipun sempat mau di buang baik sebelum kelahiran atau sesudahnya, tapi aku gak tega. Emak sempat jengkel. Wajar sih jengkel wong lemari baju Emak diacak-acak, niatnya pengen menyimpan di sana. Sering banget.

Belum lagi ketakutan Emak kalau anak kucing itu besar terus bisa kencing dan berak sembarangan, sedangkan Emak kan jualan. Apa jadinya barang di warung dikencingi. Bisa-bisa rugi banda Emak. Di sini letak galaunya. Antara harus dibuang atau dibiarkan begitu saja di rumah.

Menulis ini biarlah jadi refleksi diriku. Itu saja. (***)

Pandeglang,  25 Maret 2024   02.17

Posting Komentar

0 Komentar