Sisa dan Cerita Hari Tadi


Hujan masih setia membasahi bumi. Gelap masih menyertai mendung. Hening, sunyi dan menyatu. Apa yang hendak kau sampaikan jiwa, di saat kejengkelan, kecemasan, dan semua hal yang kamu alami hari ini.

Di mulai malam.

Diskusi alot dengan Emak soal sikap dan tingkah si Abang yang bikin keki dan jengkel. Diskusi itu menyoal bagaimana si Abang, apakah akan ke psiakter, psikolog atau secara alami di obati. Akhir-akhir ini sikapnya kurang stabil, barangkali sebab harga kopi yang tinggi dan langka, ia panik. Lagi-lagi uang, dan uang untuk menambah modal yang tak kunjung menebal. Diputuskan udah ke Pak Lurah jam 6 teng!

Jam 01.30, ada yang mengetuk pintu dan memanggil mungkin mau membeli rokok, sekilas yang terdengar. Bergegas dibuka. Tahunya hanya memberi minuman dua ribu rupiah. Alhamdulliah, ada kesalnya sih. Dua ribu, jam 1 lebih dengan sisa kantuk yang menyergap. Mau gimana, kan aku pedagang, gak bisa jengkel. Sabar, sabar dan harus sabar!

Jam 6 emak seperti biasa heboh. Sisa kantuk malam pun tak terobati. Lihat hape katanya Bu Guru sakit, di balas dong. Tak lama ada respon agak ketus dari kakaknya, entahlah. Mungkin mood saya yang ga enak atau justeru itu sejatinya begitu isi hati pengirimnya. Saya gak mau berspekulasi, satu hal, saya tersinggung. 

Tapi, ya sudah ya. 

Setelah itu, mengantar emak ke Pak Lurah untuk konsultasi, bagaimana baiknya menyoal si Abang ini. Setelah nyampe rumahnya, beliau masih tidur. Kami disambut PRT-nya. Katanya bangun jam setengah sembilan. Sedangkan jam menunjukkan masih jam 7. Artinya, kami harus menunggu satu jam setengah.

Pulang lagi. 

Di rumah kantuk menggelayut, tapi lagi-lagi Emak lagi cerewet pagi tadi, katanya kegiatan nyemen di depan rumah belum selesai dari kemarin. Rungsing saya mendengarnya, jadi sebal. Saya sempatkan duha dulu karena menurut perkiraan saya kalau ditunda yang ada malas, belakangan benar juga. 

Pokoknya, aduk dan nyemen tadi mah sampai pukul sepuluh tiga puluh.Ada yang datang dari tim kesehatann survey tentang si Abang. Ngobrol lagi. Keringat masih membasahi tubuh. Perut lapar. Belum mandi. Beduk di masjid terdengar nyaring. Baru bisa ke masjid sekitar jam 11.45. Jamaah yang mulai banyak. Setelah salat tahiyat, kantuk pun lagi menyergap. Heuh!

Jadilah begitulah.

Sepulang dari masjid, ya sempat tidur sih. Sekitar jam 2 bisa istirahat. Jam 3 nanti bangun.  Selain mau ziarah juga mau menengok ke pun guru yang katanya mau operasi 'daging jadi' sekaligus silaturahmi ke beliau. Lagi emak ngomel. Bangunlah dengan rasa kesal menyeruak.

Jadi begitulah.

Perjalanan hari ini memang cukup menguras emosi. Gampang sekali terpancing. Di dasar hati yang paling dalam aku bergumam, "ada apa dengamu. Tak bisakah lebih tenang. Tak bisakah lebih adem. Urusan marah bukannya urusan kita, dapatkah mengntrolnya apa tidak."

Di keadaan begini aku membayangkan di posisi mereka yang sudah lebh dulu pulang menuju keabadian. Bagaimana rasanya di sana dan seperti apa wujudnya. Begiulah akhirnya, sisa-sisa sesal hari ini.

Sengaja saya tulis di sini biar jengel saya mereda, kesalnya berkurang dan himmah-nya masih berkobar.Saya sedang menyalahkan diri saya bukan ingin membandingkan dengan orang lain. (***)

Pandeglang,   26 Mei 2024 | 01.17


Posting Komentar

0 Komentar