Ia manisku

sumber lain.


Aku menyebutnya manis. Manis karena memang manis walau gak kayak gula. Kalau manisnya gula bikin kita mules kalau manisnya dia bikin aku terpesona. Untuk itu pembaca, aku suka dia.

Siapa dia?

Manusia biasa yang suka makan dan kadang sering ngambek. Eh, itu dulu, kalau sekarang insya Allah sedang berusaha memperbaikinya. Aku pasti mendukungnya, karena perubahan memang perlu sebagai wujud kita hidup. Hidup di alam penuh serba warna ini.

Seperti tadi pagi menjelang siang, aku belanja ke pasar, tiba-tiba aku menemukan wajah yang mirip dengannya. Wajah dan sikap yang entah kenapa menyedot ke pesona ia yang jauh di sana. Aku diam, diam merenungkan semua yang terlihat.

Gusti Allah, kapan Engkau pertemukan kami, batin ku berujar. Pertemuan itu memang tak berarti apa-apa, karena tak sedikitpun aku fokus ke sana, pikirku terbang pada obrobsbwlan beberapa hari lalu sama Emak.

Emak bilang, laki-laki kalau melihat yang cantik dan seksi mudah sekali misuh. Langsung fokusnya luber. Apa tiap laki-laki begitu. Kalau wanita sih, katanya biasa saja. Seganteng apa pun laki-laki lain yang tetap istimewa, ya suaminya.

Aku jawab, laki-laki itu biasanya ketika melihat wanita, ada yang benar' banget itu mereka yang menjaga pandangannya. Serius banget pokoknya.

Ada yang melihat, hanya sebatas itu. Dia melihat pesona wanita itu tapi ujungnya ia ingat isterinya atau kekasihnya. Wanita itu batu loncatan untuk ia menyadari kalau selama ini ia punya orang spesial, yang mau memahaminya. Yang ada tanpa yang merusak minta ditemani. Ia peka tanpa dipaksa. Ini rata-rata laki-laki.

Ada yang ketiga, ya emang mata jelalatan sih. Baginya semua wanita itu objek yang enak dilihat dan dinikmati. Tak peduli siapapun, tak peduli dengan perasaan pasangannya. Tipe begini yang merusak nama baik kaum laki-laki, mereka diidentifikasi sebagaimana kaum parno dan porno.

Terus, soal dia yang manis gimana ya. Semoga dimudahkan jalan dan prosesnya. Haha. (*)

Posting Komentar

0 Komentar