Apakah kamu termasuk? Kalau saya, iya. Pernah suatu tahun saya jualan pulsa, di masa itu memang jaringan kabel Wifi belum semasif sekarang. Orang masih menggunakan pulsa atau selebihnya kuota yang digesek terus ada kodenya.
Masa itu penjualan memang lagi gencar-gencarnya. Pendapatan saya bisa satu digit. Konsumen datang siang dan malam, bahkan sangat malam juga. Sampai ada cerita lucu, jadi ada yang beli malam pas kebetulan itu mati lampu.
Karena mati lampu, ada yang beli terus wajahnya disorot pakai senter hape. Bayangkan malam, gelap, mati lampu terus ada wajah bercahaya tanpa wujud... sampai adik-adikku perempuan ketakutan. Terus manggil almarhum bapak, ya berani bapak mah.
Sambil mendekati, membaca kalam apa lah bapak, nyerocos terus bilang, "hah, dia mah jurig, lempang ka ditu, "aku yang tahu dan mendengarnya hanya tersenyum geli. Eh ternyata, emang bukan setan tapi tetangga kami, masih remaja.
Tapi akhirnya usaha kecil itu gulung tikar. Bukan, bukan karena ada saingan. Bukan pula karena modal, tapi lebih kepada menejemen yang kurang rapi. Meskipun ada saingan sih, tapi saya melihatnya bukan masalah besar, itu sudah proses normal.
Tentu saja dengan persaingan itu gak nyaman apalagi setelah gak jualan. Padahal bos masih terus menelepon juga bertanya, soal modal gimana saya. Sayangnya, saya memilih off karena merasa buntu langkah. Terkadang, kita memang harus berhenti ketika mati langkah, daripada terus melangkah tapi tak jelas arah.
Terus, apa yang membuat saya bangkit dan semangat lagi?
Pada akhirnya keadaan memaksa saya harus berubah dan bersikap, juga soal kebutuhan. Peluang terbuka lebar karena tak sedikit orang terus datang ke rumah membeli pulsa. Sudah jelas saya tak jualan lagi tapi banyak pula yang datang.
Selain itu, pelayanan di toko sebelah kurang ramah dan terkesan "kayak tak mau", maka saya berembug sama keluarga ujungnya ya kita harus ambil peluang itu. Bukan ingin bersaing tapi niat kita membantu orang yang butuh. Ya memang persaingan tak bisa dihindarkan. Kalau tak saya mungkin pula ada yang lain pula, itu lumrah kok.
Ada lucunya, pas mulai kembali jualan itu hampir tak ada yang beli. Padahal spanduk terpasang rapi. Emak sampai resah, dan aku ya agak deg-degan juga. Selanjutnya sebagaimana mestinya berjalan meski tertatih. Apalagi era sekarang di mana kuota mulai bersaing dengan paket wifi dan lainnya.
Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, semua adalah keniscayaan. Tak ada yang perlu ditakutkan, terima dan hadapi resikonya. Hikmah sepanjang yang di alami pun amat istimewa.
Misalnya, persaingan itu sebenarnya proses alamiah. Bukan penabuh gendrang perang. Ketika usaha kita disaingi bukan dendam yang harus kita pelihara. Justeru bertanya, apa yang harus saya perbaiki dan benahi. Proses ini harus berangkat dari hati terbuka agar ada kesejukan hati. (***)
Pandeglang, 15 Januari 2025 21.53
0 Komentar
Menyapa Penulis