![]() |
Hari kemarin sudah berlalu/pixabay.com |
Pagi kemarin kami dibuat cemas dengan tangisan
tetangga kami. Ibunya sedang sakaratul maut. Saya tidak terlalu jelas
mendengarnya karena pagi itu badan saya pun kurang fit maka pagi, saya pun berselimut
mimpi. Tak lama di bawa ke rumah sakit Serang.
Beberapa jam kemudian kami mendapatkan kabar duka. Ya,
ibu Emah, begitu kami memanggil, pulang menuju keabadian. Itu sebelum ju’mat,
kira-kira jam 10 an lebih di tanggal 17 Januari 2025.
Saya tak bisa membantu seperti biasa ke sana, bukan
gak mau, tapi keadaan Emak yang kurang memungkinkan. Asam lambungnya kambuh
yang mungkin kolestrol bermasalah jadi pikiran, akhirnya begitu, fokus saya ke
Emak. Begitulah Emak, tiap mendengar kematian.
Almarhumah wafat setelah menjalani serangkaian
pengobatan ke klinik dokter. Hasil analisa dokter menderita usus buntu dan ulu
hatinya bermasalah. Di pagi itu, di bawa ke rumah sakit di Banten dan
menghembuskan nafas di sana.
Innalillahi wainna ilaihi rojiun.
Banyak yang saya pikirkan kemarin itu, tentu saja
merenungkan tentang arti kepergian. Saya memikirkan diri, yang entah seperti
apa akhirnya. Diri yang kerap merasa aman dari siksa-Nya. Diri yang kurang
memahami kasih sayang-Nya. Diri yang lebih akrab dan bergumul laku duniawi tapi
bekal abadi masih banyak yang diperbaiki.
Sampai malam dini pun, sekitar jam 12 malam mata belum
juga beranjak. Terlalu asyik membaca selebihnya asyik di media x jadinya malam
fokus ke dunia kata, bukan berselimut mimpi. Memang saya sedang menarget khatam
kitab Ihya Ulumuddin jilid 1 Imam Ghozali yang 1.200 an halaman. Target
saya, seharusnya rampung limabelas hari.
Namun ya, sulit juga ya fokus. Paling intens siang
atau biasanya malam saya membacanya. Sekarang baru 500 halaman tinggal
setengahnya lagi. Cukup menguras pikiran!
Begitulah hidup, samudra ilmu itu luas dan umur
manusia terbatas. Maka gunakan semampunya kita kaji berbagai bidang keilmuan
secukupnya saja. Begitu kata Imam Ghozali. Itu yang tengah aku lakukan,
menggunakan semampunya usia, menambah pengetahuan karena itu yang aku rasakan
paling memungkinkan dan memuaskan dahaga keinginanku.
Oleh karenanya, kerja untuk peradaban adalah menulis. Bahannya adalah bacaan. Perkakasnya di antaranya waktu luang. Untuk siapa? Pastinya untuk diri dan selebihnya untuk siapa yang berkenan membacanya. (**)
Pandeglang, 19/1/2025 18.16
0 Komentar
Menyapa Penulis