Karena Serba dan Ada Salah Maka Jadi Masalah

 





hujan kadang jadi masalah bagi yang berpikir semu. (pixabay.com)

Kalau serba dan salah ya gini, kita bingung mau ngapain. Mau berbuat gini salah, kalau diam juga jadi serba tak tenang. Karena tak tenang beginilah manusia kerap berpikir negatif. Kebetulan aku manusia, dan tak ingin berpikir negatif.

Ada banyak peristiwa yang aku temui hari ini, entah kenapa merasa sulit untuk menulisnya. Sulit bukan karena tidak bisa menulis tapi malas saja.

Belum kok aku merasa demam begitu ya, yang di mana kok meriang. Yang di mana merasa dingin dan suhu tak tentu. Yang mana keinginan kok ke mana-mana. Semua menjadi lengkap aku sedang membaca terjemah kitab soal kematian, ngeri banget!

Gambaran kita mati itu memang menakutkan. Tidak salah dan tidak sepenuhnya benar, sih. Karena mati memang proses luar biasa, yang mana kata ulama, ummat Nabi Nuh saja yang sudah terkubur 5000-an tahun terkubur ketika dibangkitkan masih merasakan sakitnya lepasnya ruh di tubuhnya.

Camkan ini, wahai pembaca, kematian itu memang sangat menyakitkan. Itu seperti mencabut bulu-bulu kambing yang sakitnya tentu sangat luar biasa. Bahkan, sampai beberapa Nabi pun di buat mengeluh karena sakitnya.

Riwayat menyebutkan, sebelum nabi wafat diserang demam yang sangat tinggi. Proses dicabutnya nyawa baginda nabi pun sebenarnya sangat istimewa, namun tetap saja sebagai utusan Allah perkara kematian Nabi mengalami fase itu, kepayahan.

Bedanya dengan kita, nabi sebelum wafat memikirkan bukan dirinya tapi memikirkan ummat-nya, itulah kita. Bagaimana nasib kita dan apa kenikmatan yang bakal di terima bagi ummatnya yang taat.

Di samping itu, nabi berpesan tentang perempuan dan salat. Perempuan di masa sekarang memang mengalami berbagai dinamika. Mulai tentang keinginan kebebasan berkarir, punya anak dan menjalani statusnya sebagai perempuan normal.

Kaitannya dengan salat pun memang menarik, kadang banyak perempuan salat hanya sekedar salat, kurang memahami ilmu juga adab-nya. Kesibukan rumah tangga acapkali menguras emosi dan tenaganya, maka kesibukan bukan fokus pada "kualitas iman" tapi bertarung dengan "keinginan diri" yang belum maksimal didapatkan.

Salat pun sekarang kadang dijadikan lelucon, "lebih baik tidak salat tapi baik tapi rajin salat namun jahat dan korup," hal itu merespon karena banyak yang rajin salat nyatanya tidak sesempurna praktek salatnya.

Kita pun mempersoalkan salatnya. Seharusnya yang perlu ditanyakan ialah pelaku salatnya itu. Aktornya yang dikoreksi bukan aturannya. Apa niatnya benar, prosesnya baik dan tujuannya sempurna. Lagi kita mempertanyakan kualitasnya.

Sudahlah ya, tulisan hanya memastikan aku yang lagi serba dan punya salah dan ujungnya masalah. Karena serba punya masalah itulah aku menulis. Di balik itu semoga saja, di balik cerah pagi ada mentari manis yang menanti. Karena masalah yang lalu, ya sudah tak usah dibebankan di esok lagi. 

Ini sudah malam ke 24 ramadan, maka fokusnya, apa esensi dan nilai yang sudah aku dapatkan. Setuju? (**)

Pandeglang, 24 maret 2025  0.22

Posting Komentar

0 Komentar