![]() |
Ilustrasi menunggu. antara puasa dan buka. (Sumber:Line1news) |
Setelah empat hari puasa, aku baru bisa menulis lagi di blog. Heuh, emang puasa tahun ini agak terasa lain. Tubuh kok terasa lemas, lemah dan baru belajar puasa. Lebay banget, dah. Padahal di usia begini, sudah lebih puluhan puasa dijalani, temui dan dihadapi. Ini kok, macam lagi belajar.
Ada kalanya menggebu jiwa ingin berkhidmat, pada ilmu. Di sisi lain harus berpikir dengan periuk dapur agar tetap hidup.
Di puasa tahun ini, aku belum terpikir tentang target apa yang hendak dicapai. Target apa yang ingin dikejar. Semua masih abu-abu, aku berpikir, mungkin hanya ingin menikmati hidup ini seperti air mengalir saja.
Bukan lagi mau singgah di mana, mau melakukan apa tapi ingin mengisi seperti apa pun yang dialami sekarang. Daripada pusing memikirkan masa depan, alangkah baik memikirkan masa sekarang. Masa depan masih gelap, tapi sekarang adalah kenyataan.
Di momen ramadan sekarang, kamu di tahap mana?
Tahap di mana tidak menjadikan jadwal makan sebagai poin utama. Poin puasa kamu bukan lagi memikirkan magrib makan apa, minumnya apa dan di mana bakal makan. Bukan lagi memikirkan lebaran bakal memakai busana apa.
Puasa kamu ialah, puasa yang benar secara tujuan. Makan ialah sebuah kebiasaan. Dipikirkan ataupun tidak, tetap bakal makan kan. Justeru yang dipikirkan itu kualitas puasa seperti apa.
Kualitas yang tidak lagi memikirkan poin utamanya jadwal dan porsi makan nanti malam. Kalau itu yang terus dipikirkan maka apa bedanya dengan anak kecil yang baru membiasakan puasa, di nalar mungilnya itu terbayang makan, minum dan porsi yang lezat. Sekecil itu bukan lagi memikirkan apa iya puasa aku diterima dan bernilai pahala.
Nah kita, seharusnya di tahap tersebut. Tidak lagi memikirkan hal sepele. Kita yang harus mampu mengelola jiwa kita di tahap yang fitri lagi. Tidak mudah memang, tapi kalau tidak sekarang berusaha untuk melatihnya, maka esok hanya jadi keinginan semu belaka.
Kalau patokan kita ayat suci, dasar diwajibkan puasa itu ayat 185 al-baqarah. Di akhir ayat tersebut jelas dikatakan bahwa tujuan puasa adalah takwa. Apa arti takwa, mejauhi larangannya dan menjalankan perintahnya. Amar-nya jelas. Poin ini yang perlu kita pikirkan, bukan sekedar di fase "puasa belaka".
Sebab arti puasa itu menahan, tapi hakikat puasa bukan lagi menahan tapi tahap di mana kita menikmati. Menikmati perintah ini dengan tidak terus mengeluh dengan segala masalah kita, dengan segala prasangka kita, tidak lagi dibayangi ketakutan ikhwal duniawi.
Oleh karenanya, kita patut kasihan pada orang yang tidak puasa dan membiasakan puasa ramadan padahal usianya tidak anak-anak lagi dan tidak punya rukhsah apa pun. Setua itu gak puasa. Caci jangan, doakan harus, mungkin mereka lagi tersesat di jalan penuh noda.
Lebih dari itu, kita yang perlu kasihan pada diri kita kalau puasa kita hanya sekedar menahan lapar dan haus saja. Ibadah tetap sama, ilmu tetap sebegitu dan keyakinan pada takdir Allah tak jauh macam pengemis, datang kalau ingin dan lupa kalau lagi bahagia. Wallahu'alam. (***)
Pandeglang, 5 Januari 2025 14.23
0 Komentar
Menyapa Penulis