Mengkorfirmasi Tulisan


 Beberapa hari lalu, tetangga saya bertanya, siapa sih orang yang saya singgu di tulisan kemarin soal speaker masjid. Ia pun meraba dan menunjuk nama orang, yang kemungkinan saya singgung di sana.

Tadinya saya bingung ditodong pertanyaan begitu, tulisan saya, ya yang mana. Setelah mengatakan judulnya, saya baru ingat, "Saya suka baca tulisan-tulisan kakak," katanya begitu jujur.

Tentu sebagai penulis tercekat, dalam hati berkata, "Ada juga ya yang mau membaca tulisan receh begitu." Lebih dari itu saya bersyukur pembaca memahami apa yang saya tulisan. Di sini kalau kita menggunakan teori komunikasi, maka komunikasi saya berarti tidak satu arah karena pembaca memahami apa yang saya sampaikan.

Terus saya sampai berpikir, oh begini, tidak semua pembaca seutuhnya memahami tulisan sang penulis, pada akhirnya penulis sebagai empu karya yang paling memahami. Bagaimana pun pembaca menafisirkan tulisan itu sekedar asumi belaka, yang bisa sesuai atau melesat dari kacamata penulisnya.

Apa itu salah? Tidak ada yang salah. Ketika sebuah karya dipublikasi maka sejatinya karya itu sudah milik publik, maka pro dan kontra akan tulisan itu bukan hal prinsipil. Publik pembaca diberikan kebebasan menganalisa, mencerna, dan menfsirkan tulisan kita.

Kita tidak boleh marah, benci dan kecewa. Justeru sebaliknya, kita harus lebih baik dan kerja ikhlas memperbaikan keadaan. Fokus kita ke diri dulu baru ke orang lain.

Posting Komentar

0 Komentar