![]() |
(Aipvogi) |
Tinggal beberapa hari lagi separuh bulan telah kita jalani, momen ramadan berada di fase agak kritis. Sebab, di fase ini, fokus kita mulai terbagi. Ada yang memikirkan modal mudik dari mana. Ada yang memikirkan uang THR berapa. Ada yang memikirkan busana lebaran, harga daging dan menjaga harga di lebaran yang nanti ketemu orang yang berbaju baru semua.
Atau kami termasuk yang tidak memikirkan apa pun, fokusmu adalah menjaga kualitas puasa. Bagimu, lebih baik fokus dan menikmati sensasi ramadan daripada keriuhan menjelang lebaran. Saat orang galau dengan ekonomi yang cekak, kamu bersyukur karena dengan cekak jadi bisa mengontrol diri.
Saat rumah tetangga kamu terasa ramai dengan semua persiapan hari raya, kamu justeru berpikir, apa yang aku dapatkan selama puasa ini. Selama empatbelas hari terlewat ini, apakah hatimu sudah bersih dari prasangka?
Apa lisanmu bersih dari curiga? Apa kamu tidak usil dengan mereka yang dimatamu sangat menjengkelkan? Atau kamu yang ingin tersenyum meski pun di tahun ini terlalu banyak kepiluan yang kamu rasakan? Kamu ingin bertahan dan tertahan dengan nasib pahit, semoga semua ada hikmah terselip.
Atau kamu yang masih seperti dulu, salat masih berantakan. Puasa masih banyak yang bolong. Bekal mati terlupa meski pun kamu takut dengan ikhwal kematian. Lisanmu masih tajam seperti samurai tak bersarang. Atau hatimu yang masih sekeras baja tak peduli dengan nasihat dan teguran orang yang kerap mengingatkanmu soal esensi hidup apa.
Inilah dua pekan puasa, di mana kita menjadi manusia yang seharusnya diwarnai cahaya cerah. Cahaya yang kita jaga dan hiasi selama puasa. Kita ingin menjadi orang yang punya beruntung di sana, menumbuhkan iman dan bangga dengan keislaman kita.
Tiap pagi bukan terus menerus isi perut yang kita pikirkan, tapi bagaimana isi kepala, bagaimana isi jiwa tetap sehat. Saat sahur bukan isi perut kita fokus jaga, tapi kita mementingkan tahajud. Sujud yang kita nikmati di sepertiga malam, bermunajat pada-Nya. Lantas, isi perut perlu kita isi seadanya.
Subuh lisan kita penuh tasbih, kalau pun ingin terlelap niat baik kita ujarkan. Bagaimana bukan ketakutan, kecemasan dan sesak dada karena beban kehidupan. Bukan itu, tapi keridhoan menerima takdir Allah seperti apa pun bentuknya.
Tugas kita melakukan terbaik sebagai hamba. Kita cari nafkah dengan sungguh-sungguh, jangan lupa puasa. Jaga salatnya. Semakin kuat cobaannya maka semakin besar pahalanya. Jangan berpikir untuk ingkar lebih baik taat semampunya, jangan takut miskin selama kamu masih berusaha.
Momen puasa dua pekan ini, apa yang kamu rasakan? (**)
Pandeglang, 14 Maret 2025 1.46
0 Komentar
Menyapa Penulis