Tiba-Tiba Muncul Foto Ini

Kenangan delapan silam. 
   Tiba-tiba layar hape-ku menampilkan foto aku, bapak dan sauadara. Delapan tahun silam, entah dalam momen apa dan dalam rangka apa. Di foto ini, nampak terlihat aku tengah memangku si bungsu. Tepatnya desember, tahun 2017.

Apa arti foto itu? Tentu saja kenangan. Apa itu cukup? Tidak, di balik kenangan itu ada kisah, cerita dan hal yang membuat kami lagi teriris keadaan.

Ekonomi lagi hancur-hancurnya, kebutuhan lagi membengkak, dan keadaan si kaka lagi kritis-kritis-nya. Kalau istilah al-Qur'an, layamutu wala yahya >> tidak hidup dan tidak mati, di antara keduanya.

Tapi lihatlah, di foto itu masih terlihat ada senyum, ada tawa dan tatapan imut si bungsu. Hidup memang dinamis, kita tidak bisa terus menangisi keadaan. Ada saat kita tengah menjerit menahan luka atas segala perih hidup, membuat kita tersungkur dan papa.

Kita merasa semua gelap, tak ada arti. Namun, kita tak bisa berbuat apa-apa. Kita bisa memilih, antara harus kalah atau terus berjuang. Saat itu, kami memilih berjuang.

Mungkin akan lain cerita kalau dulu kami memilih kalah, menangisi keadaan. Di saat perih merasa, di saat itu tak ada orang yang mau memberi bahu atau kuping mendengar jerit perih kami. 

Semua akan sibuk dengan dunianya seperti kami yang memang ingin sibuk dengan dunia kami. Pada jadinya, dunia kami adalah dunia yang kami yakini berjalannya. Sebab Allah telah memberi jalan takdir berbeda, di antara kita.

Aku sempat mencari-cari mana foto momen sama bapak, dan memang hampir tak ada. Setelah aku buka lembaran demi lembaran album di hape lama, ternyata ada juga. Di antaranya yang di atas itu.

Ah, sudah setahun lebih bapak pergi. Rasanya baru kemarin beliau ada di sisi kami. Masih bercanda, tertawa atau sesekali melempar humornya. Kini, hanya cerita saja.

Betapa mati memang nyata. Beberapa waktu lalu masih bersama, tapi sekarang seumpama mimpi saja. Begitulah hidup dan mati. Terpisah begitu tipis oleh kabut realitas.

Ada perumpamaan menarik dari Imam Qurtubi di dalam al-adzkar-nya untuk mematahkan argumen dari kalangan filosof yang anti kehidupan pasca kematian.

Sebagian dari mereka ada yang menyangkal adanya sisa kubur, nikmat kubur, dan dibangkit jasad di alam kubur. Sebab kata mereka, setelah di buktilah secara ilmiah lewat penggalian ke kuburan.

Tak ada satu pun mayit yang digambarkan oleh keyakinan umat Islam. Yang ditemukan adalah hanya tulang belulang saja. Hanya itu, tidak ada itu siksa kubur, api juga malaikat yang katanya berwajah garang. Intinya, hoax belaka.

Di antara jawaban cerdas Imam Qurtubi adalah, apa bedanya kita sama teman kita tidur bareng di kasur yang sama dan kamar yang sama. Lantas kita bermimpi buruk, sampai-sampai kita dibuat resah, lelah dan putus.

Pertanyaannya adalah, apakah orang di sekitar kita tahu dan merasakan apa yang kita rasakan? Saat ia tetap terjaga dan kita tengah lelap di mimpi yang penuh kecemasan, sampai tubuh kita panas-dingin, mungkinkah teman kita tahu?!

Jadi, apa susahnya memperbandingkan dengan alam kubur nanti. Bisa saja, malaikat ada saat kubur itu dibongkar namun mata dzohir kita tak bisa mengaksesnya. Hanya mereka yang bersih hatinya, lurus jiwa dan cukup ilmunya mampu menerawangnya.

Itu jauh logis. Kalau tetap tak mau percaya dan yakin, ya sudah. Tugas penyampai estafet ajaran Islam adalah memberi jalan ke alam penuh cahaya. Kalau ia tetap tak terima dan balik curiga, maka biarlah nanti tahu sendiri.

Semoga bapak bahagia di sana, luas kuburnya dan penuh cinta dari Tuhan-Nya. Lahu, alfatihah! (***)

Pandeglang, 04/04/2025   23.07

Posting Komentar

0 Komentar