Obrolan di Deras Hujan di Gerobak Mie Mang Rouf

Ilustrasi pedagang mie ayam/Adadimalang.com
 

Sepulang mengantar adikku yang "lagi magang" di konter hape Pasar, karena hujan deras dan tubuh kedinginan, aku mampir di warung mie tak jauh di pangkalan Nanggor: Mie Alif.

Penjualnya Mang Rouf yang sebenarnya masih tetanggaku, tapi sekarang setelah berumah tangga tinggal di kontrakan tidak jauh dari Pasar. Aku dan Mang Rouf bisa katakan cukup dekat, oleh karenanya ngobrol sambil menghabiskan semangkuk mie dengan hujan deras tak jauh dari gerobaknya.

Beliau bertanya, masih suka ngaji ke mana. Suka sorogan kitab di mana. Aku jawab apa adanya saja. Sedang aku tanya balik suka ngaji ke mana saja. Belau menjelaskan aktivitasnya masih ngaji kitab mingguan di Masjid dekat kontrakannya.

Selain itu, kadang coretan di dekat Musolah Pasar. Terkadang ikut manaqiban di tetangga kampungku sendiri. Cukup penuh aktivitasnya. Kalau aku mengaku, tak keburu seperti itu. Aktivitas jaga warung terus belanja menyita waktuku.

Kalau harus jujur sebenarnya aku kurang puas hanya ikutan metode coretan, aku inginnya yang coretan juga ada diskusi setelah pembahasan. Pengennya juga ada istilah ada target begitu, misalnya selama sebulan ada yang khatam di bahas terus pindah ke kitab lain terus begitu. 

Terus kalau aku sorogan begitu sampai pukul 2, siapa yang jaga warung?

Dua adikku sedang kuliah, yang satu lagi terobsesi jadi mekanik hape. Tentu sebagai kakak aku memilih mengalah dan ikut mendorong apa yang sedang adikku kejar, terlepas ada hal lain yang harus aku redam.

"Iya lah, semoga dengan kuliah bisa mengangkat derajat keluarga. Jadi nanti di keluarga ada yang 'muncul', jadi gak di bawah ekonomi bawah saja," celetuknya yang buat aku kaget.

"Keinginan saya mah gak muluk-muluk, asal mereka mandiri dan tidak jadi beban orang lain saja sudah cukup. Ada pun soal gelar pendidikan setinggi apapun tidak melulu berguna, tanpa mereka kerja keras dan menurunkan egonya,"

"Iya sih," sambutnya.

"Lah iya, sekarang banyak kok sudah sarjana tapi biasa saja. Banyak pula yang keluar dari pesantren tapi biasa saja. Justeru kebanyakan "dibesarkan" keluarganya. Oleh karenanya, bukan soal pendidikan itu setinggi apa dan mondok selama apa, tapi setelahnya akan berbuat apa mempertanggung jawabkan pengetahuannya," kataku agak diplomatis.

Aku termasuk orang yang kurang setuju sekolah atau mondok atau kuliah hanya demi pansos belaka. Hanya demi nyari kerja yang baik. Bagiku, sekolah atau belajar ya belajar. Niatnya mencari ilmu sebanyak apa yang bisa. 

Ada pun nanti setelahnya sukses atau tidak, maka bukan urusan lagi. Terpenting semangat belajar dan ikhtiar dengan sungguh-sungguh. Hasil biar Allah yang atur asal tidak gengsian. Banyak orangtua terlalu berekspekstasi tinggi soal pendidikan akhirnya saat anaknya menganggur stres sendiri.

Aku pun pamit pulang setelah sebelumnya bayar semangkuk mie yang sudah tandas. Meski hujan terus mengguyur cukup deras, aku bergegas pulang. (***)

Pandeglang, 14 November 2025   22.39

Posting Komentar

0 Komentar