Tegak dengan Utang

Sama seperti orang lain saya pun punya ambisi. Rasa yang bergelora untuk mendapatkan sesuatu dan memiliki kedudukan istimewa. Saya kira, itu normal dan biasa saja.

Kalau dalam usaha misalnya, demi barang banyak dan modal cekak, ya utang jadi pilihan. Sampai ada yang gila-gilaan.

Pandemik yang melesukan daya beli, tak jadi perhatian. Utang begitu fantastis. Pas bayar, terengah-engah. Mungkin tak masalah kalau daya beli lancar, saat mogok tentu jadi masalah lagi.

Makanya, saya dari dulu tetap begini. Menjalani usaha dengan apa adanya. Tidak tergoda dengan hal muluk. Karena di balik itu ada konsekwensi mengikat. Memaksa kita memeras kepala sampai hilang fokus padahal esensi.

Kalau orang bilang: tak ada kemajuan.

Ya sudah, jalani saja. Terserah orang bilang apa, toh, yang merasakan nyaman dan bahagia itu bukan mereka. Tetap saja saya.

Prinsip saya itu sederhana: menjalani aktivitas dengan nyaman. Dalam hal apapun. 

Kalau dalam dunia usaha, saya menghindari utang yang fantastis. Meskipun untung menumpuk barang atau stok. Saya lebih nyaman, menjalankan apa yang ada. Bukan anti utang, sesekali utang tapi bukan tujuan akhir. Dipakai kalau ada keperluan mendadak.

Kita tak bisa menjamin kebahagiaan. Sesuatu yang kita lihat sempurna bukan berarti sudah bagus. Semua ada ukurannya. Bisa jadi, sesuatu yang biasa itu melahirkan istimewa. Tergantung kita memandang.

Saya kira, bergantung pada utang itu kurang baik. Apalagi sampai mencekik kebebasan. Atur dan jalani sekedarnya sjaa. Jangan berlebi.

Pandeglang | 26/20/21

Posting Komentar

0 Komentar