Malaikat Pernah di Tampar Nabi Musa as.



Ada yang pernah mendengar tatkala malaikat maut ditampar oleh nabi Musa as. 

Pertanyaan, Kok bisa?
 
Tentu saja bisa. Dikutip dari kitab Imam Ibnu Katsir terkait Kiamat, ada peristiwa dimana nabi Musa dibuat marah akan kehadiran malaikat.

Hadits al-Bukhari-Muslim yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Allah mengutus Malaikat Maut kepada Nabi Musa as.

Tatkala dia mendatangi Nabi Musa, maka Nabi Musa menampar muka malaikat itu sehingga tercukil matanya.

Lantas Malaikat Maut kembali kepada Tuhan-nya seraya berkata, "Ya Tuhan, Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang tidak menginginkan kematian." 

Allah lalu mengembalikan penglihatannya dan berfirman, "Kembalilah kepadanya, dan katakan kepadanya untuk meletakkan tangannya di atas punggung kulit sapi hingga tertutup tangannya selama satu tahun penuh." 

Lalu Allah berkata, "Kemudian berhentilah!" Kemudian Malaikat Maut berkata, "sekaranglah (waktunya kematianmu). Mohonlah kepada Allah agar (tanah kuburmu didekatkan dengan tanah yang suci (al-ardh al-muqaddas) sejauh satu kali lemparan batu."

Kemudian Rasulullah saw bersabda, "Jika aku berada di sana, maka aku akan memperlihatkan kepada kalian kuburnya di samping jalan di bawah bukit pasir."

Seseorang bertanya,"Bagaimana mungkin Nabi Musa as menampar Malaikat Maut sehingga matanya merekah?"

Terdapat enam macam
pendapat mengenai hal ini:

Pertama: "Mata" Malaikat di atas hanya pengertian mata secara fiktif, bukan sebenarnya. 

Pendapat ini tidak benar (bathol), karena malaikat memberikan penyaksian (kesan) bahwa semua yang terlihat oleh para Nabi pada bentuk rupa malaikat yang bermacam-macam bukan yang sebenarnya. Pendapat ini adalah pendapat as-Salimiyah.

Kedua: "Mata" di atas dalam pengertian maknawi. Pengertian "merekah" atau "tercukil" bermaksud hujjah (alasan). Pendapat ini juga rancu karenaia majaz (tidak mempunyai hakikat).

Ketiga: Sebenarnya Nabi Musa as tidak mengenal (Malaikat Maut) itu, beliau menyangka bahwa malaikat itu adalah laki-laki yang memasuki rumahnya tanpa seizinnya.

Beliau ingin menolaknya, maka beliau
menamparnya hingga matanya merekah. 

Diwajibkan mempertahankan diri (harta dan keluarga) dalam keadaan seperti itu dengan segala hal yang memungkinkan. Pendapat inijuga baik, karena menunjukkan arti hakiki dari "mata" dan "menampar."

Imam Abu Bakr ibn Khuzaimah memberikan keterangan terhadap hadits itu, "Malaikat Maut as ketika kembali kepada Tuhan, berkata, ya Tuhan, Engkau mengutusku kepada hamba yang tidak menghendaki kematian? Mungkin Nabi Musa tidak tahu kalau perkataan tersebut muncul dari Malaikat Maut."

Keempat: 'Nabi Musa as adalah orang yang cepat marah, sehingga karena begitu marahnya dia sampai menampar Malaikat Maut.
Ibnu 'Arabi memberikan pendapat ini dalam bukunya (at-Ahkam).

Perkataan ini batal, karena para Nabi terjaga dari sifat seperti itu, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan marah.

Kelima: Pendapat Ibnu Mahdi -rahimahulloh: Mata adalah mata pinjaman yang hilang, karena dia dijadikan untuk melihat sesuai keinginan, maka seakan-akan Musa as menamparnya, padahal dia melihat dengan pandangan lain, dengan alasan bahwa malaikat bisa melihat sesudah peristiwa itu dengan matanya sendiri.

Keenam: Pendapat ini yang paling tepat insyo Allah. Maksudnya, Nabi Musa as ketika diberi informasi oleh Allah melalui Malaikat Maut, yang menjelaskan bahwa Allah tidak akan mengambil nyawanya, sehingga dia memilihnya.

Imam al-Bukhari bersama ahli hadits lainnya meriwayatkan: Ketika malaikat mendatangi beliau dengan rupa yang tidak dikenal oleh Nabi Musa, beliau langsung marah dan mengambil sikap seperti itu.

Tamparan tersebut mengakibatkan tercukilnya mata Malaikat Mau! yang merupakan ujian baginya. Saat itu tidak dijelaskan adanya pilihan baginya. Hal-hal yang menunjukkan keshahihan (kebenaran) pendapat ini antara lain: Ketika Malaikat Maut kembali kepadanya (Musa as) dia menawarkan dua pilihan bagi Musa; hidup atau mati.

Maka Nabi Musa saat itu memilih kematian dan tunduk terhadapnya. Allah dengan kegaiban-Nya lebih mengetahui dan lebih bijaksana. Hal tersebut diutarakan oleh Ibn 'Arabi ketika menyimpulkan makna hadits tersebut, segala puji bagi Allah. Wallahu'alam. (Disarikan dari kitab huru-hara kiamat)

Posting Komentar

0 Komentar