Cita-citamu Teruji Dan Tidak Butuh Sikap Kanak-Kanakmu!

-----
Menjadi orang dewasa itu tidak mudah. Ada tumpukkan beban yang kian hari bertambah. Semakin bertambah terasa menyesakan jiwa. Hal ini seringkali menimbulkan persoalan.

Seperti tadi malam, aku sempat adu mulut dengan adik-adikku. Persoalannya sepele, mereka di usianya yang sudah dewasa masih bersikap kanak-kanak. Gara-gara tidak diberi izin membawa motor uring-uringan. Kehabisan kuota mencle sendiri.

Salahnya sendiri kenapa boros?

Adikku yang lain disarankan untuk segera berangkat mondok belum juga mau, padahal sudah lebih sebulan. Di rumah pun aktivitasnya kurang produktif.

Setiap ditanya alasannya karena belum mau saja. Terus terkontaminasi berlebih main hape, pacaran dan tak kenal waktu. Setiap dinasehati bukannya menerima dan memikirkan, yang ada kekeuh menyanggah dengan intonasi kurang enak di dengar.

Menyaksikan itu aku jadi aneh, heran dan greget sendiri. Pendeknya, menyimpulkan apa mereka sadar dengan apa yang mereka lakukan?

Tidakkah mereka berpikir dengan sikapnya itu telah menyakiti emak? Tidakkah mereka menerka bahwa itu bukan tabiat yang sehat lagi baik? Untuk menyelesaikan masalahnya sendiri saja masih kewalahan begitu bagaimana nanti di masa yang lebih berat?

Aku paham sebagai kakak masih dianggap otoriter dan keras atau apalah. Aku ikhlas meredam idealisme selama ini. Emak mungkin agak lembut sikapnya pada mereka atas kekerasan sikapnya tapi aku tahu seperti apa hati emak kalau lagi curhat. 

Emak gak tega harus memaaraji mereka selama masih bisa ditahan. Sebagai kakak aku hanya diam dan sesak di dada. Aku bertanya, kapan mereka memikirkan nasibku atau setidaknya kebahagian emak? Sekarang begini, esok berubah; eh nanti gitu-gitu lagi.

Apa yang mereka lakukan sekarang belum tentu mengantarkan pada keberhasilan. Padahal sudah nyata langkahnya.Semua masih angan-angan.

Terus kenapa, belum sukses aja begitu terus nanti? serasa sikapnya kesuksesan di depan mata, mirisnya sudah mengiris hati emaknya. Apa tidak lebih baik berusaha membahagiakan orangtua dengan sikap ramah kita, semampunya sekarang.

Kalau pun toh nanti tidak berhasil setidaknya sudah membuat emak-bapak nyaman. Syukur kalau berhasil jadi bisa leluasa mengelola itu. Pikiran itu harus lepas landas. Terukur. Tidak bisa kita hanya berharap, mengandalkan keberuntungan, entah keberhasilan apa yang mereka harapkan.

Mereka mungkin tidak tahu semakin bertambah usia maka bercambah beban hidup. Apa yang mereka alami belum apa-apanya dibandingkan perjuangan orangtua-- terutama emak. Sikap mereka tidak mencerminkan pejuang sejati yang berangkat dari niat baik dan harap sungguh-sungguh.

Aku tidak benci hanya menyayangkan saja, takut nanti menyesal. Kok dengan akses dan kesempatan yang  ada harusnya dimaksimalkan karena tidak setiap orang bisa merasakannya, nah ini kok tarik-ulur sikap!

Kalau kita ingin diperhatikan, dimaklumi, dan dituruti orangtua lantas kenapa kita gak mau bersikap sebaliknya? 

Betapa banyak di luar sana seorang yang menyesali sikapnya pada orangtua tetapi semua sudah terlambat. Sia-sia. Keduanya telah kembali ke alam keabadian. Ibumu adalah pintu surga sepertiganya, ayahmu sepertiganya pula dan ridha Allah adalah kunci utamanaya.

Kenapa sampai lalai dan abai?

Bersyukurlah sekarang masih memiliki walaupun orangtuamu tidak sempurna. Mereka mungkin tidak sama dengan orang lain. Yang pasti kamu jarang tahu betapa beratnya dia berjuang siang-malam agar gizimu tercukupi, kesehatanmu normal, dan membiyai semampunya agar kamu menjadi kebanggaan. Tidak hanya di dunia juga di alam abadi sana. Bagus imanmu, bagus pula akhlakmu.

Cobalah untuk merenung dan menyadari sebelum semua digulung waktu. Dewasa itu proses. Hadapi masalahmu dengan caramu. Kebijakasaanmu menentramkan hatinya. Jangan bawa masalah di luar ke dalam rumah sehingga menambah semrawut kondisi rumah. Beri orangtuamu senyum dan kebanggaan bukan jadi halu tanpa keseriusan dan ketidak-konsistenan.

Pilih apa yang kamu suka untuk masa depanmu. Tetapi itu tidak cukup, kamu pun harus bisa mempertanggungjawabkan pilihnmu. Kalau cita-citamu tinggi maka moralmu harus lebih tinggi untuk menggapaianya. Kalau asamu besar maka jiwamu haus lebih besar. Kamu tidak bisa menapaki dengan leha-leha dan sikap kanak-kanak.

Hadapi dan jalani. Jangan selalu mengeluh. Orangtuamu tidak butuh keluhan. Masa depan tiak memerlukan orang cengeng. Mereka butuh siapa yang tangkas, cerdas, dan mau mengambil resiko apapun. 

Aku kira dengan begitu semua kesulitan akan mudah dijalani. Sebab bukan soal besar kecilnya masalah tetapi bagaimana kita menyikapi maslah itu. Poin penting yang sering diabaikan mereka yang mau berjuang yaitu setengah hati menghadapi resiko. Semoga Allah buka hati kita, mereka, dan siapa saja yang tengah teruji oleh pilihan hidupnya. Wallahu'alam. (**)

Pandeglang, 5 Februari 2023

Posting Komentar

0 Komentar