Saat di Mana Pahit Menyapa

Foto diambil saat ziarah ke makam Syaikh Maulana Maghribi, Kumalirang, Pandeglang. 

Ada saat di mana kita harus terus berjalan. Meski tatapan sinis juga cibiran terus mungtit harimu. Mencemaskan jiwamu. Mematahkan semangatmu. 

Terus saja berjalan. Perlahan tapi pasti. Selangkah demi langkah dengan sisa semangat yang ada. Menangis saja, kalau ingin. Tak semua tangis itu lemah juga melelahkan. Tangisan bisa saja amunisi untuk kamu merasa, kamu manusia biasa yang bisa terluka.

Jika dengan masalahmu hari ini kamu merasa dikucilkan, terbuang tak ada harga. Tak ada yang mau mendengarkan curahan hatimu. Gundahan jiwamu. Jangankan orang lain, orang terdekatmu--- seharusnya memahami jutsru benalu di antara rentetan kepiluan rasamu.

Hatimu patah. Sesak jiwamu. Pikiranmu gelap. Lara makin menjadi-jadi dengan sayatan orang tercintamu. Ia yang kau harapkan, malah menusukkan belati kecewa nan kejam. Di saat itu, kamu mencari titik cerah.

Di mana kamu ingin terbang dengan sayap patah. Kamu tersenyum dengan rasa pahit. Kamu ingin kuat di tengah hillir perih jiwa. Terjaga dari tidur melelahkan di malam-malan yang penuh air mata.

Pada siapa kamu akan mencari cerah jiwa dan manis pengharapan?

Pada sesuatu yang tak terbatas. Pada apa yang tak pernah memilah. Pada yang Maha Kasih di antara yang kasih. Pada yang Maha Kuat di antara kuat. Pada saat itu, energi tercipta karena kesadaran iman. Suara hati yang tak jua kamu dengarkan memanggil kasih-Nya.

Kembalilah menyejukkan jiwamu dengan belaian kasih-Nya. Bersihkan kotoran yang menempel di sanubari itu. Hilangkan dendam. Hilangkan luka yang tergores caci. Tertempel jumawa.

"Ilahi, aku datang menderu sedan pada padamu. Hamba kembali menundukkan kepala. Memasrahkan dari kelemahan jiwa," ujarmu di sela doa lima waktu. (***)

Pandeglang, 23 Januari 2024   17.37

Posting Komentar

0 Komentar