Datangnya Dia Saat Semua Menjenuhkan

Ilustrasi diambil dari pixabay. com

Dia yang menemani harimu, setia di sampingmu mungkin tak semenarik dulu lagi. Hatimu kadang merasa sunyi, dian tak semanis dulu. Dia tak seperhatian dulu. Dia tak sepeka dulu.

Dia, seperti benalu yang membuat harimu kesal, lelah, dan menjengkelkan. Masa iya sisa dihabiskan dengan dia yang tak memberi kesempatan kamu mengutarakan hatimu.

Dengan orang yang baru menyapa sekarang, kamu merasa nyaman. Ia selalu punya waktu untuk kamu. Mendengarkan keluh dan resahmu. Membuka jiwanya seolah jiwanya hanya untukmu. 

Ini yang aku cari, katamu. Iya, dia yang baru menyapa datang di saat hubunganmu penuh kejenuhan. Dia hadir di saat kamu lelah dengan tangis sunyi. Meskipun kamu tahu, ini dosa. Ini tak boleh. Ini terlarang.

"Kenapa kamu tidak hadir di saat semua masih sendiri dan tak ada nama di hati ini," ujarmu di chat yang diam-diam sering kamu kirimkan padanya.

"Karena aku, takdirmu cinta, sekarang!" serunya.

"Tapi aku, sudah milik dia. Bahkan dia, berani datang memintaku pada kedua orangtuaku. Bukankah kamu tahu kenyataan ini?!" sesekali kamu mengusap cairan lembut di wajahmu.

"Tapi, aku sayang kamu. Kamu denganya hanya kamuflase. Jiwamu kosong. Denganku kamu hidup dengan nafas cinta."

Jiwamu terasa rontok membacanya, "Tuhan, kenapa harus ada dia? Kenapa hamba lemah," perih pintamu di antara kebimbangan.

Entah kenapa kamu mendengar suara-suara yang tak mampu jabarakan. Begitu saja merasuk ke hatimu. Suara itu seperti nyata, mungkin jawaban atas doamu. Ia seperti oase di kegersangan jiwamu.

**
Ke Kamu,

Tak usah menyerah. Pilih yang nyata memilihmu, memperjuangkanmu. Bukan dia yang datang saat kamu terjaga. Ada pun kamu sunyi, sepi dan jenuh ialah proses kamu berpikir. Berpikir dan bertindak untuk diperbaiki.

Kamu sekarang ialah semangat untuk bangun. Jangan cari tentram dan hakikat pada manusia, kamu akan kecewa. Cari semua kenyamanan dan kesejukan hati pada kedekatan pada-Nya. Pada taat yang kamu lakukan. Tak peduli perih, lelah, ceria, senang, kecewa dan marah.

Tetap dekat dan mendekatkan pada tali cinta-Nya. Pada apa yang abadi di sana. Semua kepahitan akan ada akhir, di mana nafas terhenti. Saat ego dan gengsi tiada berarti lagi.

Sebelum itu terjadi, seperti apa akhirnya menyesal. Maka, tinggalkan yang meragukan pilih yang menentramkan. (***)

Pandeglang, 24 Januari 2024   17.00

Posting Komentar

0 Komentar