Selepas Bapak Pergi

 

Pixabay.com

Di waktu dekat ini, saya sering melihat adik saya tiap ba'da jum'at ziarah ke makam bapak. Saya mencatat tiga minggu ini intensif sekali. Saya tidak ingin kepo kenapa itu dilakukan. Melihatnya saja sudah bersyukur, alhamdullilah.

Di dasar hati saya gak bisa bohong, saya sungguh kehilangan bapak. Detik-detik bapak menghembuskan nafasnya masih melekat di pikiran. Semua masih nyata dan jelas. Sebagian hati saya menyangkal bapak pergi, bagaimana pun kata "mati" adalah akhir di dunia, jasadnya akan terkubur bumi.

Kendari begitu, iman menguatkan saya untuk survive. Jika Allah berkehendak, siapa yang bisa menolak. Di titik kritis ini saya belajar bertahan, menerima apa yang terjadi dan berusaha mengisi dengan hal produktif.

Barang kali yang ingin saya ungkapkan adalah, waspadalah dengan usia kita. Jangan terlalu terkecoh dengan semua aktivitas dunia, sisakan beberapa saat merenungkan bekal akhirat. Bekal di mana apa yang kita tanam itu akan berlipat ganda atau justeru habis di makan hama.

Percayalah, kita tak akan percaya sampai di mana kita menyadari atau mengalaminya. Berhenti membandingkan dengan kesuksesan orang, karena di saat yang sama kamu sedang mengubah dirimu tapi membunuh kreativitas yang Allah berikan padamu.

Setelah bapak pergi aku menyadari, jangan menyia-nyiakan waktu. Sesali hari kemarin, perbaiki sekarang. Melihat adik ku juga aku tersadar, tak ada yang abadi di dunia ini, kecuali Allah jalla jalaluh. (*)

Pandeglang, 3 Agustus 2024  07.04

Posting Komentar

0 Komentar