Pertama kali saya posting tulisan itu di facebook. Lama juga menulis di sana, di sana sampai terkoneksi dengan banyak teman-teman sehobi, tak hanya satu negara, bahkan pula yang domisili di kawasan Asia.
Baik Hongkong, Malaysia dan lain-lain. Bersama mereka minat saya lumayan terasah walau pun belum terarah. Kalau ditanya kenapa, aku gak tahu. Di sana yang ada bukan makin produktif, tapi minder. Bagaimana tidak, tulisannya pada bagus, ceritanya menyentuh, puisi-nya pun luar biasa.
Akan tetapi, empat tahun ini aku beralih ke blog. Di sini aku ingin hidup dan merasa hidup meski pun tidak mendapat nominal hidup. Hanya sendiri pula, tak seperti di facebook. Aku aktif di blog atas saran dari Mbak Ningsih, penulis senior di grup facebook yang kasihan ke aku karena tulisanku banyak yang tertolak di media. Kalau dibilang sedih sih, ya pasti tapi gak sampai bombay lah.
Nah atas saran itu aku aktif di blog, belum yang premium, masih yang gratisan pula, tak apa ya, semua ada waktunya. Ternyata blog tak semengerikan yang aku bayangkan pun tak semenarik yang digemborkan juga, biasa saja.
Ketika senior di Rumah Dunia bilang saat ini blog mulai ditinggalkan dan beralih ke YouTube, tak hanya senior sih bahkan adik saya pun lebih dulu bilang begitu, sekarang era-nya konten kreator dicari dan dibutuhkan bukan era blog lagi. Apa saya tersinggung? Tidak sama sekali, justeru itu letak kenyamanan saya.
Saya memahaminya seperti "bertapa" atau diam di tempat sunyi untuk mendapatkan stabilitas pikiran. Mungkin itu dulu biasa kita temui tapi sekarang kalau ada yang begitu mungkin terlihat lain. Lain ini karena berbeda. Tanpa kita sadari banyak orang mencari media untuk mengosongkan diri. Misalnya Yoga, sekilas ini olah jiwa untuk sementara lepas dari rutinitas, agar pikiran kembali fresh.
Maksudnya, ketika saya sekarang rajin menulis di blog dan belum ke YouTube, itu mungkin pikiran sederhana, karena di sana pun mungkin belum tentu berkembang. Kalau sudah begitu, ya sudah cari yang buat saya nyaman saja, menulis di blog. Lagian saya tipikal orang yang suka menulis bukan banyak bicara dengan lisan.
Keterampilan terjadi karena rajin saya latih tiap hari. Sedikitnya lima belas tahun kebiasaan ini menyatu dalam hari saya. Satu hari harus saja ada yang saya tulis, rasanya ada saja ide yang berkeliaran. Kalau sampai saya tinggalkan, aduh, janganlah.
Gak apa saya tak dikenal dan diangap biasa, yang penting saya bisa hidup dengan usaha saya dan tak jadi beban orang lain. Artinya apa sih, yang terus nenulis sampai di mana nanti tulisan itu menerbangkan pada torehan mimpi-mimpi lawas saya. []
Pandeglang, 22 desember 2024 22.04
0 Komentar
Menyapa Penulis