Koreksi Terkait Acara 17 Agustusan



Sebentar lagi hari proklamasi akan menyapa kita. Seperti biasa, gegap gempita masyarakat menyambut dengan aneka aktivitas dari lomba sampai menggali lagi esensi kemerdekaan itu.
Meskipun panggung hiburan dan lomba tahunan selalu menjadi rutinitas kita. 

Jarang sekali saya temui ada gerakan atau acara penggalian sejarah secara mendalam. Apa sesungguhnya arti merdeka dan bagaimana kita memahami hasil juang para pendahulu kita.

Kita melihat, masyarakat lebih suka acara ketawa-ketiwi daripada harus mengerutkan kening alias mikir. Harus mikir itu berat, lebih berat daripada dipaksa menjamah dunia intelektual yang menjemukkan-- bagi mereka yang belum akrab.
 
Padahal sejauh yang saya tahu, kemerdekaan kita diraih bukan dari hasil ketawa-ketiwi tetapi dari kerja, tulus, dan rela berkorban sampai titik jenuh tiada tara. Kita mencatat ada berapa orang yang gugur demi martabat bangsa
Untuk apa mereka berjuang? 

Tentu saja bukan untuk pamor dan segepok uang penghargaan. Mereka ingin anak bangsa lepas dari penjajahan dari bangsa manapun.

 Bisa tersenyum banga menatap masa depan. Berdiri sejajar dengan kepala tegak menantang badai. Apapun terjadi merdeka hak setiap warga. Tidak kenal ras, watak, agama maupun negara. 

Dalam konteks ini, seharusnya tokoh masyarakat dan kalangan Ulama harus responsif mengelola acara dirgahayu untuk kemajuan bangsa berikut manfaatnya.

Aktivitas tahunan tidak hanya seremoni, tapi harus ada esensi yang digali. Generasi muda yang bakal menjadi estafet kepemimpinan sudah seharusnya dibina, dilatih serta didayagunakan secara mendasar agar memahami tugas besarnya apa dan untuk apa. 

Di bawah kepalan pemuda ada motor penggerak sosial yang ada. Kita harus merembug, marajut dan gerak bersama demi tercipta bangsa yang merdeka secara hakiki. (***)

Posting Komentar

0 Komentar