Habib Jafar dan Keresahan Pemuda Tersesat


__
Habib muda asal Bondowoso itu kini tengah jadi sorotan. Semenjak cakrub di Majelis Lucu Indonesia, ia diangkat sebagai sesepuh yang punya otoritas menjawab pertanyaana lagi aneh dari para pemuda tersesat di seantero maya. Dari sana, kiprahnaya melesat bak gansing di tengah arena. 

Betapa jawabnya itu memantik golongan "marginal" memiliki ruang menyuarakan kegelishannya dan kita dibuat tertawa dengan kekonyolannya. Tanpa ditakuti terjerat UU ITE. Bisa kita bayangkan, kalau saja pemuda (mengaku) tersesat itu bertanya pada kanal-kanal lurus, entah apa reaksi yang akan didapat. Mungkin, akan ada penghakiman juga pengkultusan yang buat kepala panas tingkat tinggi.

Habib Jafar tertarik hadir untuk mengajak mereka berdiaog. Dari isu-isu terkini sampai hal urgen dikemas dengan gaya humor receh. Pernahkah terbayangkan dibenak Anda, betapa konyolnya pertanyaan netijen yang bertanya tetang nikah dengan tokoh anime dan bagaimana hukumnya. Tidak hanya itu, ada banyak pertanyaan lain yang buat kita tersenyum sendiri. Ambyar!

Pemuda Tersesat

Kemajuan teknologi informasi mempermudah kita mengakses apa saja. Terutama dalam hal ini remaja dan pemuda. Ada hal yang dulu dianggap tabu maka di masa serba digital menjadi bahan gugat.

Katanklah mereka meragukan adanya Tuhan, mempertanyakan ajaran agama bahkan ingin bebas agar lepas dari kunci moral yang digugu. Keresahan seperti inilah disebut Habib Jafar, dkk. sebagai pemuda tersesat. Sebuah kondisi terombang-ambing antara percaya atau tidak, cemas serta resah akan agama juga eksistensinya. Tak jarang membuat mereka agnostik bahkan ateis.

Hal ini bisa saja memicu gangguan mental juga psikis kalangan muda. Sebagaimana dikatakan Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS). Bahwasanya satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah kesehatan mental, sementara satu dari dua puluh remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. 

Data itu menyebut angka ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja. Remaja dalam kelompok ini adalah remaja yang terdiagnosis dengan gangguan mental sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia.

“Remaja dengan gangguan mental mengalami gangguan atau kesulitan dalam melakukan kesehariannya yang disebabkan oleh gejala gangguan mental yang ia miliki,” terang Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU, M.Sc., Sc.D., Guru Besar Fakultas Kedokteran,k, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM yang merupakan peneliti utama I-NAMHSd, sebagaimana dituturkan di situs UGM.ce.id.

Butuh Rangkulan

Kenyataan di atas tentu membuat kita prihatin. Apalagi Habib Jafar n
l berkata di podcast Dedi Corbuzier, bersama kawan-kawan tengah membuka konseling untuk penderita gangguan mental, ada 1000 yang daftar tapi baru mampu membantu 200 penderita yang rata-rata diderita kawula muda. Tidak mudah sekaligus melelahkan. Banyak tantangan. Entah dari pakar, biaya dan tenaga terkuras.

Seperti yang dikatakan Habib kelahiran 21 Juni 1988 itu, sekarang bukan saatnya menyalahakan apalagi menjauhi mereka yang skeptis dan agnostik,tetapi bagaimana caranya aktivis dakwah terjun dan merangkul mereka. Menemani serta berdialog sesuai kapasitas mereka. Kita mendekap mereka agar lebih tahu siapa dirinya.

Lagi-lagi ini tidak semudah memasak telor dadar. Buktinya, atas kerja ikhlas Habib Jafar sebagian orang yang kaku terus memojokkannya dengan tuduhan underground Syiah dan lainnya. Kadang buat greget dan gatal sendiri, dan saya yakin hanya Habib Jafar sendiri yang paham kegatalan macam apa yang dirasakannya.

Literasi Filsafat

Menurut survey yang dilakukan PISA terkait minat pelajar pada literasi dan matematika di 79 negara di dunia masih menempatkan Indonesia di puncak 74. Lima terbawah dari lain. Hal yang kemudian menjadi perhatian menteri Nadiem Makarim memuat program Merdeka Belajar. Sebuah terobosan untuk membongar minat loyo warga kita pada minat baca. Tidak hanya sebatas membaca, kualitas memahami, menganalisisnya serta mengaktualisasikan nilainya untuk kemajuan dirinya. Program ini akan pincang tanpa campur tangan semua elemen. Apalagi sempat menjadi diskursus sengit.

Semakin ke sini ada pergesaran nilai dari pragmatisme, pesimisme sampai pada hedonisme. Semua bermuara pada ketidakmapuan mengelola diri untuk survive terhadap perubahan sosial-budaya. Filsafat sebagai sebuah ilmu ditawarkan untuk menjawab keresahan anak bangsa.,

Dari sinilah peran tokoh muda seperti Habib Ja'far dan lain-lain untuk lentur membuka cakrawala pengetahuan juga kesadaran pemuda-pemuda yang masih tersesat agar bangkit meningkatkan kualitas iman dan karya agar bisa bersaing secara global. Jangan terlalu baper pun alay atas kenyataan sosial. 

Pendekatan yang humanis dan bersahabat seperti Socrates di masa lampau, rasanya tetap relevan kita lakukan agar lahir tokoh-tokoh Plato, Aristoteles, sampai Jostein Gaarder di masa kini yang bisa mewarnai dunia dengan senyuman juga tawa tanpa harus sibuk-sibuk menebar api kebencian. Apalagi teriak-teriak di pinggir jalan! (**)

Pandeglang, 15/3/23

NB: Tulisan yang lagi-lagi gagal dimuat di Mojok.co. Hem, lelah jua ya.


Posting Komentar

0 Komentar