Obrolan Dengan Adik Saya Sepulang 15 Hari LAT Se-Indonesia

Foto ia yang bicara. (Sumber Pribadi)

Sepulang dari pelatihan kepemimpian Pelajar se-Indonesia di pantai Anyer, adik saya bercerita tentang kesan selama kurang lebih 15 hari di sana. Mulai dari jadwal belajar begitu padat. Bangun jam 4, setelah itu beraktivitas lagi. Dari siang sampai malam kerjanya belajar, ya diskusi dan Isoma.

Baru bisa merebahkan tubuh jam 23.00, yang tak jarang jam 1 malam. Wuih, waktu dikebut serasa di masa perang. Di tambah persaingan terasa karena harus bersaing dengan pelajar lain, ada yang yang dari Aceh, Padang, Bandung dan lainnya. Semua pelajar pilihan dari seleksi minggu sebelumnya.

Banyak isu yang dipelajari dari soal membuat karya ilmiah yang baik sampai pada isu intelejen. Pemilu sekarang katanya vulgar sekaligus penuh dengan uka-uka. Ada seolah desain untuk memenangkan satu calon demi estafet program-program pembangunan. Rasanya, kamu tahu, sudah banyak pula dibahas para pakar di banyak media.

Di lain sisi, ada banyak yang disorot kondisi pelajar dan aktivis di lapangan. Misalnya soal militansi pelajar sekarang yang terlalu dibuai oleh "kemewahan" sehingga mengikis rasa tanggung jawab dengan status sosialnya.

Pelajar yang seharusnya menjadi agent of change di mana berada, nyatanya sering kali menyumbang kegaduhan sosial. Tidak sedikit dari generasi emas ini lebih senang duduk bermain media sosial dan game populer daripada sibuk memoles diri dengan karya, karya yang dirasakan oleh generasi nantinya.

Aktivis pun sekarang relatif begerak di tataran pucuk dan suka bermain dengan kaum elit dari pada duduk dengan kaum cilik untuk tahu persoalan bangsa seutuhnya. Aktivis lebih main dengan kaum berduit dari pada menemani wong kere yang suaranya tak bertenaga. Kepanjangan suara mereka agar nasib lebih diperhatikan.

Apa itu salah? Tidak seutuhnya salah, cuma kurang peka saja. Kalau kedekatan dengan elit itu tidak sampai menumpulkan ketajaman kritik juga bukan sendiko dawuh oleh kepentingan semu, maka ora popo. Masalahnya kalau berefek kepada ketajaman kepekaan nurani, ini soal lain bagi kancah pergerakan

Lebih dari itu, pengalaman dan ilmu yang didapatkan untuk diaplikasikan semampunya sehingga memberi setitik cahaya untuk peradaban manusia. Tidak harus seluas itu sih, minimal untuk dirinya agar lebih bermakna. Satu lagi, tidak jadi beban orang lain. 

Bagaimana pun acara yang digelar di Pantai Anyer lantas berpindah-pindah tempat karena ada alasan teknis, memang istimewa. Tidak tanggung-tanggung yang pembicara dari Papua, Aceh dan Makassar-- alumni Al-Azhar university.

Saya yang mendengar ikut senang. Ya cuma itu. Kan saya belum pernah begitu, Alhamdulillah saja moga berkah dan makin baik lagi sumbangsihnya. Ilmu itu cahaya maka pantaslah kalau cahaya itu harus disebarluaskan agar menyinari jiwa yang gelap lagi galau.

Siapa tuh? Ya, siapa aja boleh. Hehe.

Sebenarnya masih banyak yang diceritakannya dan saya tidak sedang ingin menjabarkan di sini. Pertama, saya punya jadwal lain yang sayang saya lewati. Kedua, saya ada judul lain yang ingin ditulis juga daftar bacaan. Ketiga, saya ingin disayang, eh, keceplosan. Hehe. (***)

Pandeglang, 8 Maret 2024  19.28

Posting Komentar

0 Komentar