KESAN MENJADI PENULIS

Aku mulia aktif menulis di tahun 2015. Mulai menggeluti itu di kelas 6 SD, sekitar tahun 2006. Kata-kata akrab menemani saat pertama kali punya hape android. Aku menulis di facebook dan mem-posting-nya. 

Tadinya aku tak tertarik menulis di sosial media. Lebih senang nulis di buku harian, setelah penuh di tulis di laptop-- setelah punya. Haha
Ada keinginan juga aktif grup kepenulisan di Kota Serang. Di sana akan mudah bertemu orang sejalan dan sepemikiran. Mudah mendorong menggali kreativitas.

Tapi adikku tidak setuju. Kenapa tidak aktif di dumay saja kataya. Bukankah di sana juga banyak para pecinta kata? Ahli dan mahir dalam menggores karya. Lagian aktif di Serang sana membutuhkan dana dan waktu luang, mau sampai kapan menunggu kesempatan lainnya.

Aku pun mendengar saran itu. Aktif dengan modal hape setengah jadul. Masa-masa hangat teringat, saat ingin menulis banyak: tangan sering kebas dan hape kepanasan macam di atas tungku saja.

Itu turut merintangi daya menulisku. Jangankan membuat cerpen, menulis puisi sudah hape angot . Boro-boro produktif, ide keburu mabur duluan. 

Masa itu grup literasi online sedang ramai-ramainya tumbuh dan berkembang. Para pengurusnya/admin pada baik lagi ramah. Event karya itu hampir tiap hari ada saja. Aku yang masih pemula, ikut histeria menyambutnya.

Selain banyak belajar, juga ketemu teman-teman baru di dumay. Baik dan cukup ramah. Menambah saudara di dunia maya. Ada juga yang  pernah ketemu langsung, ya gak nyangka saja dumay (dunia nyata) bisa melahirkan keakraban. Tak akan tahu tanpa kita menjalaninya.

Intinya, tidak dimana-mana pola interaksi itu gimana kitanya. Pola pikir dan sudut pandang ikut andil menentukan jalannya kebersmaan nantinya.

Kata orang, orang di dumay itu banyak bohong. Jadi diri palsu. Kata-katanya bukan cerminan orangnya. Perlu hati-hati. Bagiku, ya gak gitu juga. Aku banyak kok menemukan orang baik di sana. 

Memang benar, nama akun dan nama asli kadang berbeda. Tak sedikit orang yang "tidak nyaman" dengan profil aslinya. Mereka memilih menutupi jati dirinya. Aneka rupa alasannya. 

Bagiku terserah saja. Itu hak mereka. Mungkin mereka punya alasan akan pilihannya, ya sudah. Secara pribadi, aku memilih jujur. Menungkan ide dan gagasan. Identitas dan profil-nya jujur pakai nama pena. 

Kalau ditanya kenapa tidak pakai nama asli? 

Nyaman saja. Berasa hebat. Sudah banyak karya dan kesibukannya, pikir bebas aku gitu. Lagian nama asli saya terlalu pamiliar, jadi kurang keren rasanya. Hahaha

Hanya itu sih, gak ada alasan idealis. Intinya pengen eksis. Berbagi kebaikan dan menebar hal benar. Dari awal udah sadar siapa aku, jadi tahu diri lah. Haha.

Terus pas aku tahu namaku dan karyaku muncul di pencarian gogle tambah senang lagi. Jadi ada bukti, tak sia-sia selama ini mencoret dunia kata.

So, mari menulis. Apa saja yang kamu mau dan pikirkan. Tak harus bagus asal punya manfaat. (*)


Posting Komentar

0 Komentar