Bertemu Langsung Pak Gol A Gong

Bertemu Pak Gol A Gong Kemarin
__
Satu kata untuk beliau, inspiratif!

Selamat siang teman-teman, apa sudah membaca sambil merenung hari ini? kalau belum, ya sudah. Itu hak teman-teman. Kalau pun sudah itu bagus untuk membangun imunitas jiwa. 

Perlu teman tahu, ternyata tubuh ini tidak hanya butuh vitamin cukup tapi juga harapan. Harapan ini bisa didapat dengan kita merenung dan mencari esensi hidup kita untuk apa.

Baca Juga:

Dari Pak Gong saya menyadari banyak hal, terus belajar, bermimpi. Jangan lupa untuk mengimplementasikan itu. Kalau sudah, berbagilah. Berbagilah untuk peradaban. Apapun itu.

Jangan lihat Pak Gong sekarang, ya tentu saja kesuksesannya. Lihatlah bagaimana ia berusaha berdamai dengan keadaan, berusaha meracik karyanya dengan sungguh-sungguh.


Tragedi itu dimulai saat di alun-alun Serang. Kita tahu akibatnya apa. Pak Gong beruntung memiliki ayah yang terus memberinya semangat, ibu yang membesarkan jiwanya. Takdir pahit itu tidak dibencinya, justeru memacunya untuk semangat. Lahirlah nama pena Gola Gong yang menggetarkan dunia. 

Entah sudah berapa penghargaan didapatnya. Sudah berapa orang penulis lahir dari ikhtiarnya. Berapa orang tersadar, betapa literasi itu cara mudah kamu melihat, dilihat, dan tersenyum pada dunia.

Jiwamu mungkin di rumah, tetapi siapa nyana namamu sudah harum belantika dunia. Saat kemarin beliau duduk, bercerita, tersenyum ceria; ada noktah putih menyiram kegundahan di dasar hati.

Saya dekat orang besar Bu, apa nanti akan sebesar itu? Ibu biasanya tersenyum sambil meraba jiwaku yang acapkali pesimis, "melangkah Nak, setiap orang berhak bermimpi!"

Kita sering merasa dekat dan akrab dengan idola kita. Merasa dekat dengan tokoh publik yang karyanya telah kita pahami di luar kepala. Saat bertemu dengannya, kita amat bahagia. Seolah kita adalah bagian darinya. Padahal itu hanya terkaan kita.

Kita tetap bukan siapa-siapa. Saat kita amat akrab, boleh jadi si tokoh itu risi. Siapa nih orang, kok sok dekat banget. Kita pun marah, emosi. Untuk sikap tidak ramahnya. Coba kamu tebak, siapa yang salah? 

Itulah kita. Kita yang selalu merasa istimewa. Sejujurnya wajar tokoh itu risi, kamupun kalau ujug-ujug datang orang tak dikenal sok dekat, risi pasti. Merasa dekat boleh tapi harus tahu jeda, siapa kamu dan siapa ia? 

Kemarin itu, saya seperti memiliki sayap yang semaunya terbang ke langit ketujuh. Menatap mayapada dengan harapan. Melihat birunya langit Pandeglang. Menatap manisnya Yogyakarta. Meneropong ramainya Ibu kota. Mengintip abu-abu Papua.

Sayap itu mengantar saya pada sibuknya Amerika. Cerahnya Singapura. Panasnya Jazirah Arabia. Tertidurlah saya di istana Turki bersama Pak Erdogan yang berani, santun dan mampu membangun Turki yang gagah.

"Bangun Nak, hari sudah pagi. Kembalilah ke rumah untuk meminta restu orangtuamu, katakan bapak mengijinkan kamu untuk mewarnai bumi pertiwi dengan optimisme," kata Pak Jokowi di sebelahku.

Ah sialan, lagi-lagi mimpi. Selamat bermimpi untuk hari ini. Ini harapanku, mana suaramu? Wallahu'alam. (**)

Pandeglang,  7/3/23   14.01

Mahyu An-Nafi/ anggota baru 38 KMRD

Posting Komentar

0 Komentar