Di Sana


Hidup ini memang perjalanan, bagi yang percaya. (Sumber: foto orang lain)

Di sana, kamu tengah berjuang melawan rasa sakit. Di sana, mungkin berpikir tentang ingin kuat tapi sayangnya tubuh tidak kuat. Ingin tabah tapi belum mampu. Semua butuh proses, proses itu yang kadang buatmu lelah--ingin menyerah.

Di sini, aku tahu karena kamu memberitahu. Kalau tidak tahu, ya penasaran dengan ketidaktahuan atau alternatifnya ada yang memberitahu. Kalau tidak, ya tetap menanti dalam bayangan abu-abu.

"Apa kamu serius dengan gadis itu," ujar Bunda Sofi tadi malam.

Serius? Hem, serius dalam artian apa. Aduh, aku jadi bingung. Apa selama ini tidak ada tanda aku serius kah? Di mana komitmen sudah jadi bahasan intens dan rencana-rencana masa depan kami. Di mana kami membicarakan banyak hal.

Waduh mamae, serius itu apa artinya sakral?

Kalau itu yang dimaksud, aku jadi tahu diri. Diri ini siapa dan seperti apa yang telah dipesankan yang terdahulu. Aku pikir itu sudah matang kami bicarakan, ia menerima dan aku bersyukur.

"Apakah seleramu itu, ya... begitu?"

Setiap membaca novel Pudarnya Pesona Cleopatra, aku selalu suka dengan kata baby face. Katanya Raihana itu wanita yang cerdas, sudah sarjana dan hafal Al-Quran lagi. Meskipun begitu ia baby face. Jempolan di banding dengan artis bintang sabun mandi di teve.

Entah kenapa, kalimat baby face atau berwajah seimut bayi ini menghantui pikiran dan rasaku. Betapa ingin aku ketemu atau tepatnya merasakan seperti apa yang Faiq rasakan, mungkin juga Abdullah, mungkin pula Fahmi. Ah, aneh-aneh saja. 

Sederhananya, aku memang suka dengan dia yang aku tahu. Itu saja. Mungkin pula karena ia imut serta terlihat manis. Manis secara fisik dan sikapnya. Sikap yang manis terlihat dari ia yang mau belajar dari kesalahannya. Belajar lebih bijak lagi. Sama-sama mau memahami. Kalau sudah ada yang begitu, apa iya harus aku bertingkah? (**)

Pandeglang,  3 Juni 2023   21.37

Posting Komentar

0 Komentar